Pengertian Dinasti Politik dan Dampak Buruknya

Dinasti politik di maksudkan sebagai perilaku politik yang mengutamakan kolega untuk menempati jabatan-jabatan strategis dalam pemerintahan secara turun temurun.

Jika dilihat secara terminologi dalam Wikipedia. maka, 'Dinasti Politik adalah kekuasaan yang secara turun temurun dilakukan dalam kelompok keluarga yang masih terikat akan ,hubungan darah, tujuannya untuk mempertahankan kekuasaan'.

Secara umum dinasti politik hampir serupa dengan pola Pemerintahan monarki, yang dimana anak sulung dari Raja atau Sultan, terpilih langsung menjadi putra mahkota atau calon penguasa selanjutnya. Perbedaannya dengan politik dinasti hanya pada wilayah tata cara dan prosedural lewat regulasi pemilihan umum.

Di Indonesia sendiri, dinasti politik terbentuk sebagian besar dari keluarga tokoh politik, pembesar militer dan tokoh agama. terutama didalam politik berbasis pemilihan umum sekarang. Dnasti politik dewasa kini berkembang dari tahun ke tahun, hingga bukan hanya pada garis keluarga yang ada hubungan darah, namun juga telah merambah pada hubungan pernikahan misalnya menantu, Ipar dan besanan.

Praktek politik dinasti ini sering terlihat dalam setiap berlangsungnya kontestasi politik, baik Pilkada, Pilpres maupun pemilihan legislatif. Dari itu, politik dinasti kerap kali menjadi perbincangan hangat di tanah air karena politik dinasti tidak bisa dipisahkan dari dinamisasi politik yang ada, dan merupakan pengejawantahan dari dinamika demokrasi secara prosedural yang memiliki legitimasi, yang dilakukan dalam proses pemilihan umum yang diakui bersama.

Namun dibalik semua kelayakan dinasti politik dimata hukum. Sebagian besar orang masih mempertanyakan baik dan buruknya politik dinasti ini. Sebab demikian, disini saya ingin mencoba menganalisa, bukan dari layak atau tidak layaknya, melainkan menguji potensi yang akan terjadi jika praktek dinasti politik terus dibiarkan. 

Dampak Buruk Dinasti Politik


Berikut analisis singkat tentang potensi-potensi dibalik adanya politik dinasti :

Pertama, Politik dinasti dianggap hanya sebagai upaya mempertahankan kekuasaan segelintir orang. Dimana alat politik, seperti Partai lebih condong mengutamakan orang atau kader yang memiliki kekayaan atau popularitas, ketimbang kader yang memiliki kapabilitas dalam memimpin suatu negara maupun daerah.

Hal ini dapat dilihat dari orientasi semua partai yang lebih memilih mencalonkan kader yang memiliki garis keturunan orang berpengaruh atau artis yang memiliki banyak fans. Semua ini Sah dalam kacamata hukum, namun berpotensi buruk dalam oreantasi partai yang akan hanya menargetkan kekuasaan semata.

Kedua, Berpotensi Memangkas Kesempatan Orang yang Lebih Kompatibel. Dimana ini merupakan bentuk konsukuensi logis dari gejala pertama diatas. Sebab menutup rapat pintu kesempatan bagi kader lain untuk lebih kompetitif, dimana internal partai telah diorganisir untuk mengutamakan orang yang memiliki kekuasaan dan popularitas. 

Lihat juga : 



Pentingnya Pendidikan Politik Untuk Masyarakat Umum

Akibat dari semua itu, sirkulasi Kekuasaan hanya berputar pada wilayah elite dan penguasa saja, sehingga potensi terjadinya konspirasi dibalik negosiasi-negosiasi kepentingan pribadi, kolega dalam menjalankan tugas kenegaraan dapat terjadi.

Ketiga, Pemerintahan Berpotensi tidak Baik. Atas dasar konsukuensi dari gejala pertama dan kedua, mengakibatkan keberlangsungan demokrasi dan hak orang lain untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dipertanyakan. Sebab fungsi kontrol untuk kekuasaan otomatis akan melemah dan berpotensi tidak akan efektif walaupun dijalankan. Dengan adanya perilaku seperti diatas, kemungkinan terbentuknya penyimpangan kekuasaan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme seperti di zaman orde baru dapat terulang kembali. 

Pengertian Dinasti Politik dan Dampak Buruknya

Sekali lagi saya ingin mengatakan sebelum mengakhiri uraian Pengertian Dinasti Politik dan Dampak Buruknya ini, bahwa politik dinasti secara regulasi bangsa Indonesia kita, memanglah tidak menyalahi aturan-aturan yang berlaku, akan tetapi secara etis, praktek ini tidak baik bagi kesehatan demokrasi kita. Terimakasih

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel