Pentingnya Pendidikan Politik Untuk Masyarakat Umum
Pentingkah pendidikan politik untuk masyarakat ? Pertanyaan yang begitu penting untuk kita ketahui jawabannya, demi memperkaya wawasan dalam politik dan memperuncing cara pandang politik dan demokrasi kita.
Prof Siti zuhro sebagai Peneliti politik pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Mengatakan, masyarakat Indonesia pada dasarnya tidak memiliki budaya kontestasi, sebab demokrasi merupakan produk impor. Maka dari itu demokrasi mensyaratkan proses pembelajaran dan tingkat pendidikan masyarakat untuk dapat memahami arti kontestasi itu sendiri, sehingga dapat meminimalisir gesekan di tubuh masyarakat.
Minimnya edukasi politik dibuktikan dengan masih banyak masyarakat yang hanya dijadikan target untuk mendulang suara, dampak lain yang muncul dari kurangnya edukasi politik ialah mudahnya masyarakat terprovokasi saat perhelatan pemilu berlangsung.
Sejauh yang terlihat di lapangan adalah pemahaman politik baru sampe pada tataran pemuda di bandingkan dengan masyarakat secara luas, ketertarikan pemuda dengan politik terlihat dari banyaknya pemuda turut memberikan respons dan kritik terkait kebijakan kebijakan pemerintah dan tidak segan membunyikan opininya di ruang-ruang publik, hal-hal serupa dapat ditemukan pada aksi massa dan media massa .
Kenyataan di atas mengesahkan bahwa edukasi politik begitu penting dan diperlukan bagi setiap lapisan masyarakat. Menurut saya edukasi yang di lakukan harus melebihi dari sekedar edukasi politik formal karena edukasi politik formal hanya pada tataran mahasiswa atau pemuda. sampai saat ini edukasi politik formal masih terkesan baru menyentuh permukaan politik atau dengan kata lain masih pada tataran definitif normatif.
Apa bentuk edukasi informal? Untuk mengikis pemahaman masyarakat yang beranggapan politik bukan urusan mereka melainkan urusan pemerintah, dengan kata lain masyarakat yang tidak peduli siapa wakil mereka di DPR atau siapa yang memimpin mereka, karena bagi sebagian masyarakat semua akan sama saja.
Maka dari segi keapatisan dalam masyarakat seperti diatas di perlukan peran Partai Politik, KPU, LSM dan OKP untuk dapat membentuk pola edukasi yang informal di tingkat pusat maupun Kabupaten Kota.
Partai politik sebagai cerobong utama edukasi politik, lewat interaksi terhadap masyarakat secara langsung, seyogyanya memperkaya implementasi politiknya dengan mengutamakan pembelajaran politik kepada masyarakat ketimbang sekedar memuluskan langkahnya untuk memenangkan kontestasi politik semata. Kenyataan bahwa partai politik gagal menerjemahkan tanggungjawabnya untuk memberikan edukasi politik terhadap masyarakat dapat dilihat dari ketidakpercayaan sebagian besar masyarakat terhadap anggota legislatif di perlemen atau yang lebih mirisnya ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah pusat maupun daerah yang notabene kader partai politik.
Di sisi lain KPU sebagai penyelenggara pemilu telah banyak melakukan proses pembelajaran politik terhadap masyarakat secara sistematis lewat mekanisme lembaga KPU. Namun pada kenyataannya masih mengalami kemandekan dalam pemahaman yang di distribusikan, persoalan ini dapat dikatakan karena sebagian besar masyarakat terlanjur kecewa dan memahami bahwa lembaga KPU sudah tidaklah murni independen dan syarat akan kepentingan kelompok.
OKP dan LSM dalam perkembangannya mengawal edukasi politik pada masyarakat memiliki dampak yang cukup signifikan. Warna yang di bentuk dengan dasar kritis dan progresif terhadap pemerintah berdampak kepada masyarakat secara pemahaman dan dari sisi kepercayaan masyarakat terhadap kedua kelompok ini masih ada, terutama mahasiswa walaupun tidak semua masyarakat menempatkan kepercayaan pada LSM maupun OKP.
Dengan kata lain semua instrumen edukasi politik ini sebisanya melakukan peningkatan perannya dari masing-masing sisi dan lebih mengedepankan politik yang bernilai yang menjunjung tinggi moralitas. Terlepas dari ketidakcukupan peranan dari berbagai sisi diatas, tulisan ini tidaklah semena-mena mengungkit persoalan dan menunjuk kesalahan. Namun mencoba merefleksikan realitas politik dewasa kini dan berupaya mendapatkan semangat baru. Sehingga tercapainya kata efesiensi dalam edukasi politik bagi masyarakat.
Prof Siti zuhro sebagai Peneliti politik pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Mengatakan, masyarakat Indonesia pada dasarnya tidak memiliki budaya kontestasi, sebab demokrasi merupakan produk impor. Maka dari itu demokrasi mensyaratkan proses pembelajaran dan tingkat pendidikan masyarakat untuk dapat memahami arti kontestasi itu sendiri, sehingga dapat meminimalisir gesekan di tubuh masyarakat.
Minimnya edukasi politik dibuktikan dengan masih banyak masyarakat yang hanya dijadikan target untuk mendulang suara, dampak lain yang muncul dari kurangnya edukasi politik ialah mudahnya masyarakat terprovokasi saat perhelatan pemilu berlangsung.
Sejauh yang terlihat di lapangan adalah pemahaman politik baru sampe pada tataran pemuda di bandingkan dengan masyarakat secara luas, ketertarikan pemuda dengan politik terlihat dari banyaknya pemuda turut memberikan respons dan kritik terkait kebijakan kebijakan pemerintah dan tidak segan membunyikan opininya di ruang-ruang publik, hal-hal serupa dapat ditemukan pada aksi massa dan media massa .
Kenyataan di atas mengesahkan bahwa edukasi politik begitu penting dan diperlukan bagi setiap lapisan masyarakat. Menurut saya edukasi yang di lakukan harus melebihi dari sekedar edukasi politik formal karena edukasi politik formal hanya pada tataran mahasiswa atau pemuda. sampai saat ini edukasi politik formal masih terkesan baru menyentuh permukaan politik atau dengan kata lain masih pada tataran definitif normatif.
Apa bentuk edukasi informal? Untuk mengikis pemahaman masyarakat yang beranggapan politik bukan urusan mereka melainkan urusan pemerintah, dengan kata lain masyarakat yang tidak peduli siapa wakil mereka di DPR atau siapa yang memimpin mereka, karena bagi sebagian masyarakat semua akan sama saja.
Maka dari segi keapatisan dalam masyarakat seperti diatas di perlukan peran Partai Politik, KPU, LSM dan OKP untuk dapat membentuk pola edukasi yang informal di tingkat pusat maupun Kabupaten Kota.
Partai politik sebagai cerobong utama edukasi politik, lewat interaksi terhadap masyarakat secara langsung, seyogyanya memperkaya implementasi politiknya dengan mengutamakan pembelajaran politik kepada masyarakat ketimbang sekedar memuluskan langkahnya untuk memenangkan kontestasi politik semata. Kenyataan bahwa partai politik gagal menerjemahkan tanggungjawabnya untuk memberikan edukasi politik terhadap masyarakat dapat dilihat dari ketidakpercayaan sebagian besar masyarakat terhadap anggota legislatif di perlemen atau yang lebih mirisnya ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah pusat maupun daerah yang notabene kader partai politik.
Di sisi lain KPU sebagai penyelenggara pemilu telah banyak melakukan proses pembelajaran politik terhadap masyarakat secara sistematis lewat mekanisme lembaga KPU. Namun pada kenyataannya masih mengalami kemandekan dalam pemahaman yang di distribusikan, persoalan ini dapat dikatakan karena sebagian besar masyarakat terlanjur kecewa dan memahami bahwa lembaga KPU sudah tidaklah murni independen dan syarat akan kepentingan kelompok.
OKP dan LSM dalam perkembangannya mengawal edukasi politik pada masyarakat memiliki dampak yang cukup signifikan. Warna yang di bentuk dengan dasar kritis dan progresif terhadap pemerintah berdampak kepada masyarakat secara pemahaman dan dari sisi kepercayaan masyarakat terhadap kedua kelompok ini masih ada, terutama mahasiswa walaupun tidak semua masyarakat menempatkan kepercayaan pada LSM maupun OKP.
Namun edukasi politik dari kedua sisi ini masih dinilai kurang cukup komprehensif di sebabkan masih adanya pembatasan dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan "Kekuasaan" karena dinilai sebagai serangga pengganggu.
Bagaimana mekanisme edukasi politik universal? Bagi saya untuk menemukan formula dalam persoalan ini. Maka peranan dari kedua sisi edukasi formal atau edukasi informal ini harus ditingkatkan. Edukasi politik formal dalam tataran kampus semestinya melewati batas pengkajian secara teoritis atau dengan kata lain menjawab persoalan masa kini dan merencanakan arah politik masa depan secara praktik.
Dari sisi edukasi politik informal yang mengekspresikan politik secara teoritis dan praktis semestinya menerjemahkan politik pada masyarakat bukan hanya pada mekanis memilih calon, melainkan lebih dari itu. Menurut saya disisi ini yang harus lebih ditingkatkan karena di sisi ini pari partai politik, penyelenggara pemilu kehilangan nilai (Value) dalam implementasinya dan terlebih untuk OKP dan LSM sebab di sisi edukasi informal inilah yang bersentuhan langsung dengan realitas masyarakat.
Bagaimana mekanisme edukasi politik universal? Bagi saya untuk menemukan formula dalam persoalan ini. Maka peranan dari kedua sisi edukasi formal atau edukasi informal ini harus ditingkatkan. Edukasi politik formal dalam tataran kampus semestinya melewati batas pengkajian secara teoritis atau dengan kata lain menjawab persoalan masa kini dan merencanakan arah politik masa depan secara praktik.
Dari sisi edukasi politik informal yang mengekspresikan politik secara teoritis dan praktis semestinya menerjemahkan politik pada masyarakat bukan hanya pada mekanis memilih calon, melainkan lebih dari itu. Menurut saya disisi ini yang harus lebih ditingkatkan karena di sisi ini pari partai politik, penyelenggara pemilu kehilangan nilai (Value) dalam implementasinya dan terlebih untuk OKP dan LSM sebab di sisi edukasi informal inilah yang bersentuhan langsung dengan realitas masyarakat.
Dengan kata lain semua instrumen edukasi politik ini sebisanya melakukan peningkatan perannya dari masing-masing sisi dan lebih mengedepankan politik yang bernilai yang menjunjung tinggi moralitas. Terlepas dari ketidakcukupan peranan dari berbagai sisi diatas, tulisan ini tidaklah semena-mena mengungkit persoalan dan menunjuk kesalahan. Namun mencoba merefleksikan realitas politik dewasa kini dan berupaya mendapatkan semangat baru. Sehingga tercapainya kata efesiensi dalam edukasi politik bagi masyarakat.
Awin Buton