Kegagalan Memahami Hakikat Pendidikan

Pada malam hari, tepatnya tanggal 28 Desember 2020 pada Jam 20:30 WITA, disebuah kedai kopi yang suasananya tegang menunggu dibubarkan, karena pemerintah Provinsi Sulawesi Utara sementara menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), demi untuk memutuskan penyebaran virus Corona dan sekaligus menghindari kenaikan angka orang positif Corona, khususnya di Kota Manado.

Di meja paling belakang dari kedai kopi malam itu terdapat sekumpulan anak-anak muda yang kalau tidak salah berjumlah sekitar 7-8 orang pada malam itu. Bermodalkan segelas kopi dan game online di handphonenya masing-masing, mereka berbicara tentang kondisi dunia kampus yang akhir-akhir ini terasa rumit karena hampir semua aktivitas kampus harus lewat online. 

Pada pembahasan ini saya pikir wajar dikeluhkan karena membutuhkan masa adaptasi yang agak lama dan tingkat efesiensi bagi mahasiswa juga bisa dikatakan berkurang.

Kemudian terdapat di suatu momen dalam obrolan kumpulan mahasiswa ini, disaat mereka membahas tentang hakikat dari pendidikan yang sementara mereka jalani. Ada ungkapan dari mereka yang menurut saya terlalu gegabah untuk terpikirkan apalagi menyampaikan, seperti demikian ungkapannya 'kuliah itu gampang yang penting isi daftar hadir, duduk diam dikelas, buat tugas dan wisuda'.

Ungkapan seperti ini yang menggugah saya untuk terus mendengar percakapan mereka, walaupun saya pikir tak elok jika mendengar pembicaraan orang, akan tetapi saya tidak dapat menghindar karena saya berada di samping mereka.

Jadi, menurut saya pemikiran seperti diatas wajar di rasakan karena pola pendidik kampus membentuk mahasiswa berpikiran praktis seperti diatas, suka atau tidak suka dunia yang diterjemahkan sebagai lingkungan kampuslah yang mendesain mahasiswa, maka jika bermunculan pemikiran selemah diatas, maka yang bertanggungjawab secara umum adalah kampus dan secara khusus mahasiswa. 


Menurut hemat saya, cara berpikir yang dilandasi dengan pola pendidikan yang terlihat diatas nantinya akan berdampak pada pembentukan karakter mahasiswa maupun lulusan yang bermental robot dan cenderung lemah secara mental intelektual serta matinya daya saing dalam hal kreativitas.

Selanjutnya ungkapan kedua yang membuat saya semakin yakin ingin menuliskan tentang mereka, kalau tidak salah berbunyi seperti ini. 'Intinya pendidikan atau kuliah hanya menuntu cepat lulus biar bisa dan harus kerja, klau nda kerja tidak ada gunanya pendidikan kuliah'.

Saya pikir pendidikan itu lebih dari sekedar persiapan kerja, pendidikan ialah pembekalan untuk bisa hidup mandiri, untuk bisa meraih yang kita inginkan termasuk juga mendapatkan kerja didalamnya, jadi pendidikan seharusnya tidak hanya dipahami sebagai modal mendapatkan kerja semata, sebab pendidikan seharusnya bisa membuat lapangan kerja dan juga bisa digunakan untuk mencapai segala hal dengan kemampuan diiri berbasis intelektual dan kreativitas sendiri.

Sekali lagi ingin saya tekankan, bahwa bahaya dari pemikiran seperti pada kedua ungkapan diatas sebab akan membuat produk-produk perguruan tinggi hanya sebagai pekerja "robot" semata. Dengan kata lain sebagian besar output dari pendidikan di Indonesia hanya mementingkan tujuan dari pendidikan tanpa melihat tahapannya.

Kenapa saya katakan demikian, karena pendidikan "kuliah" harus dipahami sebagai tahapan yang harus diseriusi, bukan hanya mengetahui materinya namun juga harus memahami materi yang dipelajari didunia kampus dan semestinya kampus harus bisa memberi pemikiran baru yang lebih dari sekedar menjadi pekerja kantoran, pekerja perusahaan dan lainnya.

Saya akui bahwa pemikiran saya yang diungkapkan dalam tulisan ini cukuplah subjektif dan hanyalah berdasarkan analisis yang cenderung lebih rentan karena tidak semua mahasiswa maupun lulusan dari sebuah universitas berpikir seperti mereka diatas. 

Namun sebelumnya saya ingin berkata bahwa sesungguhnya tulisan ini adalah tanggapan saya secara tidak langsung kepada sekumpulan kelompok mahasiswa yang pada malam hari itu saya dengar pembicaraan mereka. 

Kegagalan Memahami Hakikat Pendidikan

Dengan sangat jelas saya ingin berkata bahwa tidak ada arogansi dan sentimen pribadi yang muncul, melainkan lebih dari pada keprihatinan kepada cara berpikir mahasiswa pada akhir-akhir ini.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel