Budaya Antri yang Mulai Langka Terlihat di Kepulauan Sula (Pusing Amat dengan Antri)

Saya akan melihat suatu peradaban manusia kontemporer pada daerah di wilayah timur Indonesia, tepatnya Kepulauan Sula yang merupakan daerah asal saya sendiri. Budaya antri yang mulai langka terlihat secara teratur, sikap acuh bagi orang-orang yang menganggap " pusing amat dengan antri " menjadi sikap yang menggambarkan suatu pola kehidupan moderen yang tidak berkembang.

Kata antri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang berarti berdiri berderat memanjang ke belakang untuk menunggu giliran atau pelayanan. Antri sejak dulu menjadi budaya turun temurun di Indonesia. Suatu kebiasaan yang menunjukkan bahwa kita benar-benar menjadi manusia yang beradab dalam menjaga keberaturan kehidupan sehari-hari baik diri sendiri maupun interaksi sosial.

Budaya antri memberikan manifestasi terhadap penilaian publik bahwa nilai-nilai kemanusiaan pada suatu wilayah masih dijunjung tinggi dengan sebaik-baiknya. Selalu dan selalu tingkat dominansi menjadi sebuah indikasi untuk menyatakan bahwa suatu daerah tersebut masih harmonis dalam tatanan sosial.

Saya selalu mengalami dan menatap pemandangan buruk kebiasaan orang-orang yang tidak mampu menjadi manusia yang sadar dalam pemikiran. Setiap kali pergi ke ATM, melakukan antri dan tiba-tiba satu, dua, tiga orang datang kemudian masuk ke ruang ATM sambil diam dan menjelaskan tanpa kata " pusing amat dengan antri ". Mungkin mereka pikir saya sekuriti penjaga ATM, seakan berada di zaman moderen yang gelap.

Bahkan pernah suatu hari ketika melakukan pengurusan di salah satu instansi pemerintahan, semua orang berdiri di depan meja petugas/pegawai sambil " siapa cepat dia dapat " berlomba kegesitan masing-masing untuk memberikan berkas mereka ke pegawai pelayanan publik. Suasana ribut, campur pengap dan berada di kantor pemerintahan daerah, pemandangan yang membuat saya prihatin sebagai putra Kepulauan Sula.

Siapa yang harus bertanggungjawab atas terkikisnya budaya antri ?


Saya terus terang mengatakan keselahan terbesar berada pada instansi atau perusahaan terkait. Dalam contoh kasus tidak teraturnya antri di ATM, pihak bank terkait yang harus bertanggungjawab. Sama halnya kericuhan tanpa antri di salah satu instansi terkait, maka kantor tersebut yang harus bertanggungjawab.


Masyarakat sebagai warga negara dalam membuat kesalahan atau kekeliruan seperti itu masih dalam konteks yang wajar, itu sebabnya ada pemerintah dalam sebuah negara untuk mengatur rakyatnya. Masyarakat terdiri dari berbagai suku, budaya dan latar belakang pendidikan yang berbeda. Kata kuncinya yaitu " itulah masyarakat ", " itulah pemerintah " dan " itulah perusahaan " dalam melayani dan mengatur masyarakat.

Baca juga : Cara Download Data Statistik di BPS Kepulauan Sula Untuk Bahan Analisis

Pada contoh kasus hilangnya budaya antri di depan mesin ATM, pihak bank dapat secara intensif dan konsisten mengatur untuk rapi dan teratur. Ada sekuriti yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban pelanggan yang berhubungan dengan perusahaan mereka, apa lagi ATM berada tepat disamping bangunan bank.

Seperti contoh kasus di instansi pemerintahan, pihak kantor dapat membuat nomor antrian dan siapkan tepat di dekat pintu masuk untuk diambil oleh orang-orang yang akan melakukan pengurusan, siapkan tempat duduk yang layak. Itulah fungsi pelayanan publik yang harus dijunjung tinggi, bukan mengeluh dan pasrah akan keadaan yang terjadi sebab kalian digaji negara untuk melayani rakyat.

Bagi siapa saja masyarakat Kepulauan Sula yang membaca opini saya ini, ayo ! saya mengajak untuk kita saling mengingatkan terhadap orang-orang di lingkungan keluarga kita, tempat tinggal hingga lapisan masyarakat Kepulauan Sula agar membiasakan budaya antri yang harmonis. Ala bisa karena biasa, tanpa saling mengingatkan maka kita tetaplah kita dalam kesalahan yang berkepanjangan.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel