Membaca Subtansi dan Tujuan Filsafat Islam

Seorang tokoh filsuf Muslim sekaligus hujjatul Islam, Abu Hamid bin Muhammad al-Ghazali, pernah mengutarakan, kecelakaan dan kerusakan bagi orang yang belajar filsafat. Hal ini dikemukakannya dalam kitab Tahafut al-Falasifah. Pernyataan yang dikemukakan Al-Ghazali itu sebelum dirinya mencapai puncak tertinggi dalam mempelajari filsafat dan ilmu tasawuf.

Dengan ungkapan itu, kata filsafat pada awalnya banyak orang Indonesia khususnya yang enggan membicarakannya. Jangankan mengobrol soal filsafat, mendengarnya saja sudah merasa aneh. Susah dimengerti, begitulah alasan yang kerap diutarakan. Padahal, para filsuf Muslim, seperti Ibnu Rusyd, Al-Kindi, Al-Farabi, dan lainnya, begitu menghargai setiap perbedaan pendapat. Bahkan, mereka juga dikenal sangat menghargai pemikiran dari tradisi filsafat Yunani sejauh tidak bertentangan dengan ajaran pokok Islam.

Adapun pandangan itu kemudian berangsur-angsur melebur ke dalam pola pikir masyarakat Indonesia yang mulai berani mengambil poin penting yang di tawarkan oleh filsafat, terlebih kehadiran filsafat Islam yang khusus membicarakan filsafat dan agama Islam.

Akan tetapi alangkah baiknya mari kita lihat apa itu filsafat Islam. Nah, mengutip perkataan Musa Asy'arie ( 2002 ) yang menjelaskan, bahwa hakikat Filsafat Islam adalah Filsafat yang bercorak Islami, yang dalam bahasa Inggris dibahasakan menjadi Filsafat Islam , bukan Filsafat Islam yang berarti berpikir tentang Islam. Dengan demikian, Filsafat Islam adalah berpikir bebas, radikal (radix) yang berada pada taraf makna, yang memiliki sifat, corak dan karakter yang dapat memberikan keselamatan dan kesehatan hati. Dengan demikian, Filsafat Islam tidak netral, melainkan memiliki keberpihakan kepada keselamatan.

Dan menurut Al-Farabi dalam kitabnya Tahshil as-Sa'adah, Filsafat berasal dari Keldania ( Babilonia ), kemudian pindah ke Mesir, lalu pindah ke Yunani, Suryani dan akhirnya sampai ke Arab. Filsafat pindah ke negeri Arab setelah datangnya Islam. Karena itu Filsafat yang pindah ke negeri Arab ini falsafah Islam. Walaupun di kalangan para sejarawan banyak yang berbeda pendapat dalam penamaan Filsafat yang pindah ke Arab tersebut. Namun kebanyakan di antara mereka menyimpulkan, bahwa Filsafat yang pindah tersebut adalah Filsafat Islam ( Al-Ahwani, 1984 ).

Dalam perspektif Islam sendiri. Filsafat adalah metode dan upaya untuk menjelaskan cara Allah SWT menyampaikan kebenaran atau yang haq dengan bahasa pemikiran yang rasional. Sebagaimana sejalan dengan kata Filsuf Islam, Al-Kindi ( 801 - 873M ), bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang hakikat hal - ihwal dalam batas-batas kemungkinan manusia. Dan Ibn Sina ( 980 - 1037 M) yang mengatakan, bahwa Filsafat adalah kesempurnaan jiwa manusia melalui konseptualisasi hal ihwal dan penimbangan kebenaran teori dan dalam batas - batas kemampuan manusia. Karena dalam ajaran Islam di antara nama - nama Allah juga terdapat kebenaran, maka tidak terelakkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara filsafat dan agama.

Pada zaman dulu di kalangan umat Islam, Filsafat Islam merupakan bertolak pada kajian mengenai perkembangan dan kemajuan ruh. Begitu pula mengenai ilmu pengetahuan Islam, sebab Al-Qur'an dan seluruh fenomena alam ini merupakan petunjuk Allah SWT, sebagaimana diakui oleh Franz Rosenthal (1914-2003), bahwa tujuan filsafat Islam adalah untuk membuktikan kebenaran wahyu sebagai hukum Allah dan ketidakmampuan akal untuk memahami Allah sepenuhnya, juga untuk menegaskan bahwa wahyu tidak bertentangan dengan akal.

Filsafat Islam dibandingkan dengan filsafat umum lainnya, telah memiliki ciri tersendiri sekalipun terhadap objek yang sama. Hal ini karena filsafat Islam itu tunduk dan bergantung pada norma-norma Islam. Filsafat Islam berpedoman pada ajaran Islam. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa Filsafat adalah merupakan hasil pemikiran manusia secara radikal, sistematis dan universal tentang hakikat Tuhan, alam semesta dan berdasarkan ajaran Islam.

Salah satu jawaban yang memperlihatkan kerasionalan filsafat dengan Islam yaitu, daalam filsafat Islam dikembangkan konsep bahwa jiwa manusia tidaklah hancur bersama hancurnya badan, tidak pula mengalami reinkarnasi, tapi kekal dalam kebahagiaan bila suatu waktu ia berpisah dari badan dalam keadaan suci dan harus mengalami penderitaan bila dalam keadaan kotor. Hal ini sejalan dengan pandangan Islam secara langsung.


Terlebih Jadi, filsafat klasik Islam bukanlah sekadar filsafat Yunani yang diberi baju Islam. Filsafat Yunani mengalami perkembangan atau Islamisasi di tangan para filsuf Muslim. Para filsuf Muslim itu meyakini bahwa filsafat yang mereka tampilkan adalah filsafat yang sejalan dengan kebenaran friman Tuhan yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel