Berdiskusi dengan Diri Sendiri (Murabi) Tentang Covid 19

Di pelosok negeri yang sinyal internetnya yang masih lemah, saya beruntung memilik kesempatan membaca berapa headline berita nasional yang lagi hangat-hangatnya diperbincangkan, seperti berita penyebaran Covid 19, jumlah korban dan pengadaan vaksin yang terus digembar-gembor oleh media. Sejujurnya dalam proses membaca itu, saya mulai bosan dan jijik karena tiap harinya di sajikan dan ditambah sikap para elite pemerintah dan para tokoh publik yang terlalu mendramatisir problem ini.

Saya bukan pengamat, bukan pula tokoh publik namun hanya seorang rakyat jelata Indonesia yang mulai geram dengan semua ini. Dalam perkara Covid yang kian hari memperlihatkan dirinya sebagai sebuah ajang perdagangan atau perang perdagangan vaksin yang sistemik membunuh negara-negara kecil yang terlihat sedikit parno dan gugup menghadapi persoalan-persoalan semacam ini.

Gesture pemerintah pada publik jika diterjemahkan terkait penyebaran Covid 19, yang kini telah ada varian baru 'Delta'. Sangatlah tidak menjanjikan untuk terselesaikan karena cenderung kontradiksi. Dimana satu sisi pemerintah melarang masyarakat untuk beraktivitas, berkumpul. Disisi lain mengijinkan penerbangan masuk dari luar negeri.

Apa pendapat murabi terkait argumentasi saya di atas ?

Terkait argumen diatas dapat dibenarkan secara asumsi karena terbaca pada realitas namun lemah secara politis. Saya sepakat akan argumentasi diatas sebab serasanya dinamika mengenai Covid 19 yang mulai dari 2020 kemarin ini begitu tersistematis, penggulingan opini pertama diawali dengan adanya Virus yang berasal dari Wuhan, China.

Masyarakat dunia kemudian dibuat panik, media banyak memberitakan korban kematian beribu jiwa, kemudian hadirlah metode Rapid Test, Swab Test dan dunia dibuat sedikit tenang. Terakhir di pertengahan tahun 2021 ini vaksin telah diproduksi maka masyarakat dunia harus lebih dulu dibuat takut, maka muncul di media-media nasional maupun internasional tentang korban Covid 19 dari India yang kemudian hari ini disebut Varian Delta.

Sekarang, tidakkah anda lihat sendiri muridku ? Dimana masyarakat dunia maupun masyarakat Indonesia mau dan tidak mau, suka dan tidak suka harus ikhlas di Vaksin. Padahal di awal wacana pembuatan vaksin dan kemudian pengadaannya, hampir semua masyarakat membahas dan cenderung banyak yang menolak untuk divaksin. Namun lihatlah apa yang terjadi?

Dan sadarkah anda, persoalan-persoalan terkait Covid 19 ini semacam serial drama Korea yang rasa-rasanya tidak memiliki ujung atau seperti sinetron azab, Indosiar yang imajinasi kreator sinetron-nya terlihat sangatlah absurd dan lucu. Akan tetapi walaupun seabsurd itupun masyarakat dibuat tegang dan serius seperti melihat Covid 19 ini.

Lalu siapakah yang dirugikan dalam hal ini murabi ?

Rakyat telah cerdas, rakyat akan tertawa dan marah jika kelamaan problem ini tidak cepat disikapi dengan cerdas oleh pemerintah. Cerdasnya yaitu dapat melihat dan menyikapi persoalan ini di level politik perdagangan karena terkesan dimainkan dalam ranah ekonomi politik internasional antar perusahan-perusahan obat berskala besar.

Kegagalan kita Indonesia saat ini karena tidak bisa membaca diarah itu, maka secara praktik Indonesia terlihat seperti anak kecil yang tangannya tergores luka namun karena panik dan tidak tahu apa yang harus diperbuat kemudian digaruknya hingga lukanya semakin besar dan bentang sehingga harus di amputasi.

Terkait yang dirugikan, tentu yang dirugikan adalah manusia di seluruh dunia karena bukan hanya mati dengan vonis Covid tapi juga mati dengan pembodohan massal dan terlebih kepada negara-negara yang dipaksa membeli produk-produk farmasi seperti indonesia ini.

Adakah jalan untuk bisa keluar dari ini semua murabi ?

Berdiskusi Tentang Covid 19

Ada, namun secara peluang begitu kecil dan beresiko, sebab kita " Indonesia " harus siap melawan arus dunia yang mungkin bisa membawa kita kedalam pusaran yang menenggelamkan atau sebaliknya dipukul arus hingga terdampar di pulau harapan seperti yang diangankan oleh Thomas More dalam karya fiksi yang berjudul Uthopia itu.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel