Momen-momen Berkesan Pulang dari Daerah Perantauan

Ini adalah cerita tentang kepulangan seorang anak perantau. Sebagai perantau yang baru saja pulang ke kampung halaman di momen bulan puasa "ramadhan" bulan kemarin. Saya memiliki momentum yang luar biasa berkesan di malam pertama saya di Kota Sanana. Berikut adalah momen berkesan yang saya alami.

Pelajaran dari Alam


Malam kala itu hujan gerimis, bulan sedikitpun tak terlihat. Hujan gerimis yang turun menyirami bumi Sula mulai dari mentari tergelincir masuk hingga bada'ah Isya. Saya yang tinggal beberapa kilometer dari pusat keramaian kota Sanana memberanikan diri untuk menyembangi sebuah coffe Shop di tengah kota Sanana dengan harapan di pertengahan jalan hujannya reda, namun sayangnya saya basah kuyup setelah tiba di depan tempat yang saya tujuh, dari basah itu saya mulai paham bahwa hujan itu urusan "hak" alam dan Tuhannya. Bukan hak manusia lemah seperti saya untuk mengaturnya.

Momen basa-basi berfaedah


Apa kabar, kapan tiba dari Manado? Tanya teman lama ketika bertemu tak sengaja di coffe Shop malam itu, sebuah pertanyaan yang wajar bagi orang yang lama tidak bertemu, tentu saya menjawab secara garis besar. Baik Alhamdulillah, dua minggu lalu saya tiba. Bagaimana pendapat ente selama dua minggu tentang kondisi Sula? Wah Kaget saya, dalam hati saya, (baru di mulai waktu basa basinya, ini sudah ditembak). Kalaulah tidak salah jawaban saya seperti ini. 'Sejauh yang dirasakan, kondisi Sula masih sering hujan, mungkin akan masuk musim panas ketika selesai pelantikan "pelantikan Bupati". Kita pun tertawa kecil pelan-pelan, bukan karena takut tembok akan mendengar dan mencatat tetapi kita menjaga ketentraman telinga pengunjung lain.

Bagaimana pandangan ente terkait sosial ekonomi Sula, apakah ada progres di analisis ente? Lah ditembak lagi ketika tawa kecil saya belum habis, gila seperti sidang skripsi. Menurut subjektifitas saya, pastinya ada progres walaupun itu sebesar biji jarak. Namun untuk sampai pada level sejahtera itu masih berbentuk harapan. Sebab tidak sesignifikan yang kita harapkan. Coba ente bayangkan jika sosial ekonomi Sula telah bagus "sejahtera", kenapa Panai (mahar) masih semahal sekarang ini?? Ente dan saya kan bebannya disitu!. Hahaha percakapan pun berakhir dengan tertawa besar sampai lupa memesan Kopi...

Pelajaran tentang Kearifan Lokal


Nai, pesan Kopi Toraja satu, gulanya tolong di pisahkan e. Tidak mau coba kopi Sula bang? Tidak makasih nai, paling rasanya sama-sama kopi kan?. Iya bang, Memang persoalan rasa semua kopi mungkin sama, tapi ada filosofi tentang cara pembuatan dari buah ke biji yang unik yang disebut Songarai. Jadi dibalik itu ada nilai keluhuran yang ditransmisikan ke dalam secangkir kopi bang!

Saya hanya diam dan mulai menyadari bahwa saya baru saja mendapati pemahaman dan cara pandang baru dari barista yang saya panggil nai (sapaan untuk anak lelaki dalam bahasa Sula). Nai makasih, saya pesan kopi Sula secangkir!.


Di atas adalah momen-momen yang hadir di malam pertama saya ketika pulang ke kampung halaman (Sanana) dan berkunjung di salah satu Warkop di Kota Sanana, Maluku Utara. Terimakasih

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel