Tingkatan Hegemoni dan Gambaran Hegemonisasi di Indonesia

Teori hegemoni merupakan teori politik yang berkembang pesat pada abad 20. Teori ini di cetuskan oleh seorang Antonio Gramsci yang dipandang sebagai tokoh pemikir politik terkemuka setelah Karl Marx. Gagasan Gramsci yang cemerlang ini ditulis Ketika berada didalam penjara yang kemudian dibukukan dengan judul (Selection From The Prissons Notebook)

Menurut Antonio Gramsci, Hegemoni merupakan dominasi suatu kelas atau kelompok terhadap kelas atau kelompok yang ada dibawahnya. Gramsci juga menekankan bahwa, untuk membuat yang dikuasai mematuhi penguasa, harus diadakan sebuah konsensus atau perjanjian yang dimana melibatkan kedua belah pihak yaitu antara kelas yang mendominasi dengan kelas yang di dominasi. 

Dengan begitu hegemoni yang dimaksud Gramsci dapat dikatakan dengan menguasai dengan kepentingan moral dan intelektual secara konsensual. Dari konteks ini. Gramsci mendudukkan pemaknaan hegemoninya secara berlawanan dengan hegemoni yang dimaksud pemikir sebelumnya.

Gramsci selalu mengkritisi pihak-pihak yang mendominasi atau yang menghegemoni suatu kelas, semua itu dapat dilihat ketika kasus yang pernah terjadi di Rusia yaitu pada saat revolusi yang dilakukan besar besaran oleh Lenin dan juga Pemerintahan Fasisme yang terjadi di negaranya Italia sendiri.

Poin kritik yang dilontarkan oleh Gramsci kepada keduanya ialah dari cara-cara kekerasan yang dilakukan pada saat peristiwa kedua diatas untuk menghegemoni kelas tertentu. Karena bagi Gramsci, hegemoni bukanlah hubungan dominasi dengan menggunakan kekerasan lewat kekuasaan yang dimiliki, melainkan lebih mengedepankan hubungan persetujuan dengan langkah-langkah mengunakan kepemimpinan politik dan ideologis. 

Tingkat Hegemoni Menurut Antonio Gramsci


Gramsci kemudian mengemukakan tingkatan-tingkatan hegemoni yang dibaginya menjadi tiga tingkatan sebagaimana berikut :

1. Integral hegemony atau hegemoni total

Hegemoni total merupakan tingkatan yang ditandai dengan afiliasi massa yang mendekati totalitas masyarakat. Dimana langkah ini menunjukkan tingkat kesatuan moral dan intelektual yang begitu kokoh. Hal ini tampak dalam hubungan organisasi, antara pemerintah dan yang diperintah sehingga hubungan tersebut tidak diliputi dengan kontradiksi dan sikap antagonisme secara sosial maupun etis 

2. Decadent hegemony atau hegemoni merosot


Jika dilihat pada masyarakat kapitalis modern, dominasi ekonomi borjuis menghadapi tantangan dalam realita yang berat. Sehingga memunculkan potensi disintegrasi, dengan sifat potensial ini dimaksudkan disintegrasi itu tampak dalam konflik yang tersembunyi dibawah permukaan kenyataan sosial. 

Artinya, sekalipun sistem yang ada telah mencapai sasarannya namun mentalitas masyarakat tidak sungguh-sungguh selaras dengan pemikiran yang dominan dari subjek hegemoni tersebut. Sebab dari itu integrasi budaya maupun politik mudah runtuh.

3. Hegemoni minimum atau (Minimal Hegemony)

Hegemoni minimum ini bersandar pada kesatuan ideologis antara elit ekonomi, politik dan intelektual yang berlangsung bersamaan dengan ketidakinginan setiap campur tangan massa dalam hidup bernegara. Dengan begitu kelompok-kelompok hegemoni tidak mau menyesuaikan aspirasi-aspirasi mereka dan kepentingannya dengan kelas lain dalam masyarakat. 

Mereka cenderung lebih mempertahankan peraturan melalui transformasi penyatuan para pemimpin budaya, politik, sosial serta ekonomi yang secara potensial, bertentangan dengan negara baru yang dicita-citakan oleh kelompok hegemoni itu sendiri.

Dari ketiga tingkatan yang dikemukakan oleh Antonio Gramsci ini, sekaligus menunjukkan bahwa berbahaya jika upaya untuk menghegemoni dilakukan dengan cara kekerasan tanpa melihat akibat yang akan terjadi dikemudian hari.

Gambaran Hegemoni di Indonesia


Sekarang mari kita kerucutkan dinamika hegemoni ke dalam negara Indonesia. Apakah pemerintah Indonesia pernah menganut dan menerapkan teori hegemoni? Jika ada kapan tepatnya teori hegemoni itu berkuasa di Indonesia? Mari kita cek bersama:

Jikalau dilihat dari teori hegemoni secara umum, maka akan terlihat penerapan teori hegemoni saat zaman orde baru yang ketika itu dipimpin oleh Presiden Soeharto. Sejarah telah memberitahukan kepada kita bahwa presiden Soeharto dikenalkan sebagai seorang kepala pemerintah yang otoriter, dimana presiden Soeharto melaksanakan gaya kepemimpinan yang koersif, dengan kata lain selalu menginginkan agar perintah dan instruksinya dipatuhi orang lain dengan segera dilaksanakan.

Pada masa pemerintahan presiden Soeharto. Masyarakat di hegemoni secara politis sehingga rakyat harus tunduk patuh kepada pemerintah, selain itu, tidak boleh ada pemberitaan tentang pemerintah tanpa persetujuan pemerintah sebelum ditayangkan dan untuk melakukan hal demikian, Pemerintah sangat membatasi kebebasan pers.

Dan juga di masa rezim orde baru, dilarang untuk menjatuhkan pemerintah dan mengkritik kinerja pemerintah, semua itu bersandarkan dari alasan, bahwa pemerintah yang dipimpin presiden Soeharto cenderung lebih ditampilkan sebagai presiden yang mementingkan keselamatan dan kelangsungan pembangunan nasional. 


Seperti yang tercatat dalam buku-buku sejarah Indonesia, Presiden Soeharto juga dikenal sebagai pemimpin yang menganut dan menerapkan konsep militer dalam pemerintahannya, dimana presiden Soeharto tidaklah segan-segan mengerahkan pasukan militer jika ada yang memberontak terhadap pemerintah saat itu.

Sebagai pemberitahuan singkat sebelum mengakhiri uraian tentang hegemoni. Saya ingin menyampaikan bahwa tulisan terkait hegemoni ini dituliskan pada saat selesai berdiskusi dimeja paling kanan, pada saat saya bediskusi terkait (Praktik Politik Dinasti modern) dengan murabi saya. 

Tingkatan Hegemoni dan Gambaran Hegemonisasi di Indonesia

Dimana disaat itu pembahasan dalam diskusi sedikit menyinggung terkait dominasi suatu keluarga dalam praktik politik dewasa ini. Semoga bermanfaat. Terimakasih

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel