Peran Penting Akal dalam Kehidupan Manusia

Peran Penting Akal dalam Kehidupan Manusia - Kita semua sadari bahwa dunia kita sekarang lebih mirip hutan rimba yang dihuni oleh binatang-binatang modern yang memasung akal dan lebih mengumbar sentimen dan nafsu sebagai tolak ukur kebenaran. jikalau kita marah, muak terhadap segala macam dogma-dogma yang sejak lama didengungkan tersebut di atas maka itu hanyalah indikasi tentang kesadaran yang berangsur-angsur ada, akan tetapi masih diselimuti kabut-kabut ketidakbenaran.

Jika demikian adanya, lalu apa yang dapat dilakukan untuk mendapatkan kejelasan di tengah kabrutalan pikiran manusia itu? Terkait jawaban dari pertanyaan ini dapat dimulai dengan sebuah pertanyaan subtansial yakni, Apa yang membedakan manusia dan binatang ? 

Padahal manusia dan binatang sama-sama makan, minum, tidur dan bahkan mengadakan kontak seksual? Nah jawabannya adalah keberadaan akal pada manusia yang membedakan manusia dan binatang, sehingga manusia dituntut lebih dari spesies di dunia, manusia juga harus ada peraturan dan norma yang mengatur gerak dan diam manusia. Dengan kata lain, akallah yang mengharuskan manusia untuk mencari kesempurnaan.

Di dalam dunia filsafat, pembelajaran tentang akal di sebut dengan Ilmu logika. Logika (nilai kebenaran) sendiri dalam aksiologi atau filsafat nilai berada di urutan pertama dari dua nilai lainnya yaitu Etika (nilai kebaikan) dan Estetika (nilai keindahan). Dengan kedudukan logika yang penting dan mendasar itu sekaligus menandakan bahwa kebaikan dan keindahan kurang berarti atau bermakna jika tidak didasari nilai kebenaran (logika). 

Sebab untuk dapat mengidentifikasi sesuatu hal dengan baik atau indah kita membutuhkan neraca kebenaran sehingga dapat terhindar dari kesimpangsiuran dan kekacauan intelektual yang mengakibatkan kehidupan umat manusia pada sebuah dilema paradoksal.

Ilmu logika dinilai begitu subtansi dalam memainkan perannya sebagai rumusan atau cara menggunakan akal. Sebab akal bilamana tidaklah diketahui cara penggunaannya dan meningkatkannya maka hanya akan seperti batu "benda mati". Atas dasar itulah logika hadir mengajarkan kita tentang definisi, Silogisme, Komparasi, Induksi, Deduksi dan serta pokok-pokok permasalahan diseputaran akal. Dengan begitu, akal yang telah terasah dapat digunakan sebagai pisau analisis terhadap tiap-tiap persoalan personal maupun publik dan selebihnya dapat menjadi neraca, baik neraca kebenaran, neraca kebaikan hingga keindahan.

Seperti yang diketahui bahwa nilai kebaikan dan nilai keindahan tidak begitu bermakna jika tidak disertai nilai kebenaran namun tidak banyak yang menyadari bahwa sebaliknya nilai kebenaran tanpa nilai kebaikan dan nilai keindahan akan terlihat kaku, tidak memiliki daya atau tidak menarik perhatian manusia lain. Maka dari itu, ketiga hal tersebut tidak dapat dipisahkan.

Dalam presepektif umum, ketiga komponen nilai tersebut di akumulasikan dengan sebutan moralitas dan dalam literatur tradisional Indonesia disebut sebuah bentuk keluhuran. Dan upaya-upaya menghadirkan nilai-nilai inilah yang semestinya didorong sehingga membentuk manusia-manusia yang memegang dan menjalankan tanggungjawab berdasarkan moralitas yang di konotasikan dengan kata integritas itu.

Berikutnya, jangan lupa bahwa untuk mencapai tingkatan manusia berintegritas yang terlebih dahulu dibangun adalah kesadaran mendayagunakan akal yang dipertajam melalui logika (nilai kebenaran) dam etika (nilai kebaikan) serta estetika (nilai keindahan) yang dipraktekan dalam kehidupan sosial masyarakat sehingga teruji integritasnya.

Terakhir, banyak orang berkata bahwa sesungguhnya nilai yang lebih tinggi dan layak membentuk integritas seseorang ialah nilai ilahi (agama), saya sepakat bila nilai-nilai agama dapat membentuk integritas karena agama mengandung ajaran-ajaran moralitas. Namun bagi saya semua itu akan terasa sia-sia bila tidak terdapat singkronisasinya dengan akal artinya memahami segala bentuk ajaran-ajaran agama dengan akal secara rasional. 

Akal

Maka bagi saya sekalipun agama atau kepercayaan apapun seyogyanya didasari dengan kesadaran akal sehingga tidak terjerumus dalam dogma-dogma yang kosong seperti yang dialami oleh sebagian besar manusia di masa Filsafat Abad pertengahan. Terima kasih.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel