Aguste Comte, Filsuf Atheis dari Aliran Filsafat Positivisme
Aguste Comte, Filsuf Atheis dari Aliran Filsafat Positivisme - Aguste Comte lahir di Montpellier, sebuah kota kecil di Prancis. Setelah selesai menempuh pendidikan disana, ia kemudian melanjutkan ke Kota Paris di Ecole Polytechnique di tahun 1816. Kemudian melanjutkan di Sekolah Kedokteran, Montpellier. Comte yang tertarik dengan pemikiran tatanan sosial dalam sejarah, menghabiskan sebagian besar waktunya dengan membaca buku Filsafat dan Sejarah.
Positivisme merupakan aliran filsafat yang asalnya adalah Positif, yang berarti secara mengetahui dengan Faktual, dan yang positif. Nah oleh karena itu kajian tentang metafisika di tiadakan. Positivisme memandang terkait agama seperti gejala peradaban yang primitif.
Positivisme merupakan aliran filsafat yang asalnya adalah Positif, yang berarti secara mengetahui dengan Faktual, dan yang positif. Nah oleh karena itu kajian tentang metafisika di tiadakan. Positivisme memandang terkait agama seperti gejala peradaban yang primitif.
Comte kemudian menjelaskan semua itu dengan membagi sejarah manusia dalam tiga tahap yakni, tahap teologi, tahap metafisika dan tahap positif. Dimana menurut Comte, tiga tahapan perkembangan umat manusia tersebut tidak saja berlaku untuk suku, bangsa, akan tetapi berlaku juga bagi individu dan ilmu.
Sebab itu menurut Comte, seperti perubahan pengetahuan yang dimulai dengan teologi dan metafisika sebelum sampai pada positivisme, maka tatanan sosial juga mengalami kemajuan melalui tahap teokrasi, monarki, anarki hingga sampai pada tatanan sosial baru yang dipimpin oleh Ilmu. Berikut adalah pengertian yang dimaksud oleh Comte.
1. Fase Teologis
Tahap ini ditandai dengan kepercayaan manusia pada benda-benda yang dianggap sakral dan memiliki kekuatan. Dalam tahap Teologis sendiri ini juga dibagi menjadi tiga yaitu:
a. tahap fetisisme
Tahap fetisisme ialah tahap dimasa manusia benar-benar mengakui kekuatan yang dimiliki oleh sebuah benda. Contohnya, seperti kepercayaan dalam masyarakat Indonesia yang meyakini secara turun-temurun adanya kekuatan pada benda seperti Keris, Pohon besar, Batu Besar dan Gunung-gunung.
b. tahap politeisme
Tahap Politeisme adalah tahap dimana manusia mempercayai beragam dewa-dewa, contohnya seperti misalnya mitos yang terbangun di Yunani kuno
c. tahap monoteisme
Tahap ini ditandai dengan tahap kepercayaan pada hanya satu Tuhan. Di Indonesia sendiri termasuk dalam monoteisme disebabkan 6 agama yang diakui di Indonesia menyembah hanya pada satu Tuhan masing-masing agamanya.
2. Fase Metafisik
Fase ini merupakan fase keseimbangan antara kepercayaan terhadap Tuhan dan pemikiran manusia. Dengan kata lain di Fase Metafisik pemikiran manusia mulai menunjukkan Usaha-usaha untuk memahami pemikiran kenyataan akan tetapi belum bisa membuktikan dengan fakta.
3. Fase Positivisme
fase ini ditandai dengan pemikiran manusia untuk menemukan hukum-hukum pikiran dan menghubungkan lewat fakta. Dimana di fase inilah manusia pengetahuan manusia berkembang dan dibuktikan lewat fakta dan melalui penelitian ilmiah.
Di lain sisi Comte menjelaskan semua itu dengan cara menelisik dari saat seseorang masih kanak-kanak maka menjadi teolog dan ketika remaja seseorang akan menjadi metafisikus hingga menjadi dewasa seseorang akan menjadi positif. Perkembangan ilmu pun terjadi secara demikian, dimana pada awalnya ilmu di kuasai teologi kemudian diabstraksikan oleh metafisika dan pada akhirnya di cerahkan atau disusun atau disusun oleh hukum-hukum positif.
Pandangan yang dikemukakan oleh Comte, pastinya berlandaskan semangat pemikIran yang dibangunnya dengan argumentasi yang dianggapnya tidak keliru, terkait dengan pandangan dan pengaruh terhadap kita yang menjadi penikmat, pembaca isi pemikiran Comte, tentunya dikembalikan kepada individu masing-masing. Terimakasih
Sebab itu menurut Comte, seperti perubahan pengetahuan yang dimulai dengan teologi dan metafisika sebelum sampai pada positivisme, maka tatanan sosial juga mengalami kemajuan melalui tahap teokrasi, monarki, anarki hingga sampai pada tatanan sosial baru yang dipimpin oleh Ilmu. Berikut adalah pengertian yang dimaksud oleh Comte.
1. Fase Teologis
Tahap ini ditandai dengan kepercayaan manusia pada benda-benda yang dianggap sakral dan memiliki kekuatan. Dalam tahap Teologis sendiri ini juga dibagi menjadi tiga yaitu:
a. tahap fetisisme
Tahap fetisisme ialah tahap dimasa manusia benar-benar mengakui kekuatan yang dimiliki oleh sebuah benda. Contohnya, seperti kepercayaan dalam masyarakat Indonesia yang meyakini secara turun-temurun adanya kekuatan pada benda seperti Keris, Pohon besar, Batu Besar dan Gunung-gunung.
b. tahap politeisme
Tahap Politeisme adalah tahap dimana manusia mempercayai beragam dewa-dewa, contohnya seperti misalnya mitos yang terbangun di Yunani kuno
c. tahap monoteisme
Tahap ini ditandai dengan tahap kepercayaan pada hanya satu Tuhan. Di Indonesia sendiri termasuk dalam monoteisme disebabkan 6 agama yang diakui di Indonesia menyembah hanya pada satu Tuhan masing-masing agamanya.
2. Fase Metafisik
Fase ini merupakan fase keseimbangan antara kepercayaan terhadap Tuhan dan pemikiran manusia. Dengan kata lain di Fase Metafisik pemikiran manusia mulai menunjukkan Usaha-usaha untuk memahami pemikiran kenyataan akan tetapi belum bisa membuktikan dengan fakta.
3. Fase Positivisme
fase ini ditandai dengan pemikiran manusia untuk menemukan hukum-hukum pikiran dan menghubungkan lewat fakta. Dimana di fase inilah manusia pengetahuan manusia berkembang dan dibuktikan lewat fakta dan melalui penelitian ilmiah.
Di lain sisi Comte menjelaskan semua itu dengan cara menelisik dari saat seseorang masih kanak-kanak maka menjadi teolog dan ketika remaja seseorang akan menjadi metafisikus hingga menjadi dewasa seseorang akan menjadi positif. Perkembangan ilmu pun terjadi secara demikian, dimana pada awalnya ilmu di kuasai teologi kemudian diabstraksikan oleh metafisika dan pada akhirnya di cerahkan atau disusun atau disusun oleh hukum-hukum positif.
Maka dari itu dapat dipahami bahwa positivisme membatasi dunia pada hal-hal yang bisa di ukur, hal-hal yang nyata dan yang dapat dibuktikan kebenarannya. Dengan landasan itu, positivisme memandang agama yang Tuhan-nya tidak bisa di lihat, di ukur dan dibuktikan itu tidak mempunyai arti atau faedah.
Pandangan yang dikemukakan oleh Comte, pastinya berlandaskan semangat pemikIran yang dibangunnya dengan argumentasi yang dianggapnya tidak keliru, terkait dengan pandangan dan pengaruh terhadap kita yang menjadi penikmat, pembaca isi pemikiran Comte, tentunya dikembalikan kepada individu masing-masing. Terimakasih