Politik Kepulauan Sula : Mayoritas dalam Jumlah Namun Minoritas dalam Potensi

Minoritas dalam jumlah bisa jadi mayoritas dalam potensi atau mayoritas dalam jumlah bisa saja minoritas dalam potensi. Akan terasa angkuh jika ungkapan seperti ini dikemukakan keatas permukaan wilayah atau Daerah terkhusus Kabupaten Kepulauan Sula.

Sungguh tidak dapat dipungkiri secara realitas, dimana Kabupaten Kepulauan Sula disaat dimekarkan pada tahun 2003 sampai sekarang selalu di pimpin oleh orang yang tidak berlatarbelakang Sula "Marga Sula". Tidak untuk mengkerdilkan para Tokoh, Putra asli Sula, namun sepanjang perjalanan pertumbuhannya Sula sendiri belum menemukan apa yang diinginkan oleh sebagian masyarakat Sula.

Tentu secara konstitusional kenyataan seperti diatas lumrah bagi negara Indonesia yang menganut sistem demokrasi, akan tetapi sebagai seorang yang sering kali mendengar pertanyaan beraroma keluhan dari rakyat yang merindukan sosok pemimpin yang utuh "asli Sula", pastinya turut ikut bertanya dan berupaya mengkritisi sehingga segala bentuk perihal yang menghijabi dapat tersingkap.

Saya pernah mendengar beberapa ungkapan seperti, apakah orang Sula tidak mengerti politik? Namun menurut saya ini sungguhlah tidak dapat dikatakan benar, karena pada dasarnya orang-orang "Politisi" yang memenangkan pemimpin di luar Sula adalah para politis asli Sula.

Pertanyaan selanjutnya ialah Apakah Politisi asli Sula tidak ada duitnya? Nah ini pertanyaan yang sesungguhnya susah untuk ditakar keabsahannya, sebab sebagian besar orang telah mematenkan persoalan finansial ini sebagai alasan kuat kenapa orang Sula asli tidak pernah memenangkan kontetasi politik untuk meraih tampuk kekuasaan di Kabupaten Kepulauan Sula.

Terlebih secara pengalaman telah ada putra Sula yang telah beberapakali mencoba peruntungan di kontestasi politik daerah namun sayangnya tidak pernah berhasil, lagi-lagi kesimpulan kongkritnya adalah persoalan finansial. Sejujurnya saya beberapa kali mencoba mencari penyebab dasarnya tentang kegagalan beruntun ini. Beberapa alasan seperti lemahnya strategi politik, kurangnya perawatan basis, mandulnya kekuatan jaringan politik dan tumpulnya metode meraup suara kemenangan, semua dapat terbantahkan dengan melihat politisi Sula yang garang dalam kancah politik kedaerahan.

Terakhir kali ketika berupaya menemukan penyebab yang mendasari kegagalan itu adalah Mayoritas masyarakat Sula sendirilah yang telah lama tercekoki dengan nama besar dan telah sering dimanjakan oleh money, sehingga tidak dapat lagi yakin untuk melihat tawaran yang berbobot selain nama besar atau money.

Kenyataan ini, sekaligus menjadikan jarak antara niat memiliki pemimpin asli putra daerah semakin berjarak jauh, sebuah stigma sosial yang harus dipelajari sehingga dapat ditemukan formulasinya. Sebab hal ini telah lama dipilihara oleh politisi asli Sula bahkan masyarakat kabupaten kepulauan sula itu sendiri.

Saya menyadari bahwa kesimpulan ini sungguh sangatlah subjektif, dan akan terkesan kurang ajar, akan tetapi sebagian besar kenyataannya mengatakan demikian. Inilah kenyataan yang disebut sebagai mayoritas dalam jumlah namun minoritas dalam potensi.

Politik Maluku Utara

Keterangan terakhir sebelum menutup, diskusi ini berlangsung di saat setelah pemilihan umum kepala daerah di tahun 2020 kemarin. Tanpa memandang remeh yang telah disahkan sebagai pemenang pilkada, ini hanya sebagai refleksi dari sebagian keresahan yang muncul di tempat-tempat santai pedesaan. Terimakasi

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel