Mendalami Eksistensi Para Filsuf Indonesia

Filsafat dan Filsuf adalah dua hal yang berbeda namun tidak dapat dipisahkan secara sengaja. Intermezo, sejujurnya saya di saat-saat masih aktif sebagai mahasiswa tidak pernah tahu dan tidak ingin tahu siapa saja tokoh-tokoh Indonesia yang dikenal sebagai Filsuf atau Filosof. Sekarang bisa dikatakan saya merasa malu dan menyesal karena lebih mengenal Para Filsuf Yunani Kuno, Filsuf Islam dan Filsuf Eropa ketimbang filsuf Indonesia. Nah atas dasar penyesalan itu, saya berkeinginan membagikan pengetahuan ini kepada yang lain biar tidak menyesal dikemudian hari.

1. Tan Malaka (1897-1913 M)


Tan Malaka adalah seorang Pejuang Kemerdekaan dan Pahlawan Nasional Indonesia yang dikenal juga sebagai Filsuf. Pria yang lahir pada 2 Juni 1897 di Suliki Sumatera Barat, dengan nama lengkap Sutan Ibrahim dengan gelar bangsawan Tan Malaka ini. Semasa kecilnya telah senang belajar tentang Ilmu Agama dan berlatih pencak silat dan tepat ditahun 1908 mulai terdaftar di sekolah Kweekschool di Fort de kock (Bukittinggi) dan lulus pada tahun 1913.

Filsafat Indonesia 

Tan Malaka kemudian melanjutkan studinya di Negeri Belanda dengan mendaftar di Rijkskweekschool (sekolah pendidikan guru pemerintah) dan dari melewati beberapa lika liku selama perjalanan studinya karena mengalami kejutan budaya, hingga sampai pada titik dimana ia membaca buku tentang revolusi Prancis berjudul De Fransche Revolutie, yang mengalami peningkatan pengetahuan tentang revolusi, ditambah setelah revolusi Rusia pada 1917 makin menambah ketertarikannya mempelajari Sosialisme dan Komunisme dengan banyak membaca buku-buku karya-karya Karl Marx, Frederick Engels, Vladimir Lenin dan Friedrich Nietzsche.

Tan Malaka kemudian melanjutkan studinya di Sociaal Demokratische-Onderwizjers Vereeniging (SDOV) atau Asosiasi Demokratik Sosial Guru, setelah bertemu dengan Sneevliet yang mengajaknya bergabung bersama dengannya. Setelah lulus di tahun 1919 dengan ijazah Hulpactie-nya ia kemudian kembali ke desa dan membuat pengajar bagi anak-anak kuli di perkebunan teh di Senembah Tanjung Morawa, Sumatera Utara.

Sebagian besar hidup Tan Malaka di habiskan dalam jalan pelarian dan tahanan karena beberapa alasan yang berkaitan dengan perjuangan dan Pemikirannya. Namun dibalik semua dinamika yang dialaminya, Tan Malaka malahan lebih produktif menulis dan menerbitkan karya-karyanya seperti, Madilog (Materialisme Dialektika dan Logika 1943), Gerpolek (Gerakan Politik Ekonomi 1948), Menuju Merdeka 100% (1945), Dari Penjara ke Penjara (1947), Aksi Massa (1926) dan Menuju Republik Indonesia (1925). yang kemudian hari diakui sebagai karya-karya yang paling orisinil dan berbobot serta menempatkan dirinya sebagai salah satu Filsuf, Sosialis dan Aktivis asal Indonesia.

2. Ki Hadjar Dewantara (1889-195 M)


KH Dewantara adalah seorang aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, Politisi, Kolumnis, Pelopor pendidikan untuk kaum pribumi di zaman penjajahan Belanda, dengan mendirikani sekolah dengan nama Taman Siswa. Dimana sekolan ini memiliki konsep sebagai lembaga pendidikan yang membuka kesempatan bagi para pribumi untuk memperoleh hak pendidikannya sebagaimana yang didapatkan oleh para priyayi maupun orang-orang Belanda.

KH Dewantara lahir di Pakualam, 2 Mei 1889, dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, namun lebih dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara. Ki hadjar Dewantara sendiri diketahui meninggal pada 26 April 1959 dalam usia 69 tahun. Semasa hidupnya KH Dewantara pernah bersekolah di Pendidikan Dasar (sekolah dasar Eropa/Belanda) dan sempat juga sekolah di STOVIA (sekolah Ilmu Dokter Bumiputera), namun tidak dapat diselesaikan karena sakit.

KH Dewantara Mengawali perjalanan sebagai seorang Wartawan di beberapa surat kabar, diantaranya ialah Midden Java, Sediotomo, De Expres, Oetoesan Hindia, Poesara, Kaoem Moeda dan Tjahaja Timoer. Dari pengalaman yang begitu banyak didapatkan membuat KH Dewantara pada masanya tergolong penulis handal dan kritis. Sebab sebagian besar tulisan-tulisannya di anggap begitu komunikatif dan tajam dengan semangat anti-kolonial.

Terlepas dari perjalanan panjangnya, KH Dewantara juga dikenal sebagai seorang Filsuf yang menaruh minat utama pada Filsafat Pendidikan. Dimana Filsafat pendidikan-nya di sebut Filsafat Pendidikan Among yang didalamnya terdapat konvergensi dari aliran Filsafat Progresivisme dan Pemikiran Esensialme, Dimana Progresivitas lebih menekankan pada kemampuan kodrati dari anak-anak untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi dengan cara memberikan kebebasan berpikir seluas-luasnya"dan Esensialisme berbicara mengenai pemahaman kebudayaan serta memegang teguh kebudayaan, adapun cara yang dilakukan dalam hal kebudayaan ialah dengan menggunakan nilai-nilsi kebudayaan asli Indonesia, sedangkan nilai-nilai dari Barat diambil dan digunakan setelah melalui proses selektif adaptif sesuai dengan teori Trikon ( Kontinuitas, Konvergen dan Konsentris).

3. Mohammad Nasroen (1907-1968 M)


M. Nasroen adalah seorang sarjana di bidang Filsafat dan seorang Guru Besar Filsafat Universitas Indonesia yang lahir di Lubuk Sikaping, Pasaman, Sumatera Barat. Pada tanggal 29 Oktober 1907 dan menghembuskan nafas terakhirnya di tanggal 28 September 1968, di umur 69 tahun.

Didalam kehidupan Filsafatnya, ia dikenal karena telah mengidentifikasi dan mengklasifikasikan Filsafat Indonesia sebagai Filsafat yang terpisah dan berbeda dengan filsafat barat dan timur, serta dikenal sebagai seorang tokoh yang secara khusus tertarik untuk membahas persoalan keanekaragaman Adat istiadat Minangkabau dan persoalan Pemerintahan. Adapun ia menulis beberapa buku yang mengulas tentang minatnya yakni. Dasar Falsafah Adat Minangkabau, Asal Mula Negara, Masalah Sekitar Otonomi, Sendi Negara dan Pelaksanaan Otonomi dan Daerah Otonomi Tingkat Terbawah.

Adapun karya yang membuatnya disebut sebagai salah satu pelopor awal kajian filsafat Indonesia ialah karyanya yang berjudul, Falsafah Indonesia, yang diterbitkan oleh Penerbit Bulan Bintang 1967. didalam karyanya itu ia menjelaskan keberadaan Filsafat Indonesia dengan Filsafat Barat (Yunani kuno) dan Filsafat Timur hingga menemukan satu konklusi yang mengatakan bahwa, Filsafat Indonesia adalah suatu Filsafat khas yang tidak barat tidak timur. dimana ia mengatakan bahwa Filsafat Indonesia termanifestasi dalam ajaran Filosofis Mufakat, Pancasila, Pantun-Pantun, Hukum Adat, Ketuhanan, Gotong Royong dan Kekeluargaan. Dari bukunya itulah yang menginspirasi terjadinya pembahasan dan penyelidikan terhadap Filsafat Indonesia berkelanjutan. Dan Buku "Falsafah Indonesia" sekarang merupakan salah satu buku yang dianggap atau dikategorikan sebagai buku langka yang hanya naskah aslinya terdapat di dalam Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI).

4. Buya Hamka (1908-1981 M)


Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan nama Buya Hamka adalah seorang Ulama, Sastrawan, Aktivis, Politisi, Penyair, Wartawan dan Pengajar yang lahir di Sungai Batang Tanjung Raya, Agam, Sumatera Barat, pada 17 Februari 1908 dan meninggal di Jakarta 24 Juli 1981 di usianya yang ke 73 tahun.

Dibalik Lika liku kehidupan pribadinya. Buya Hamka dikenal sebagai seorang yang memiliki keuletan belajar secara otodidak yang sangat tinggi. Selain mengkaji kitab-kitab Islam dari para ulama ternama, Buya Hamka juga melakukan pengkajian mendalam terhadap karya-karya para filsuf barat, baik klasik maupun modern. seperti Pemikiran filsuf Socrates, Aristoteles, Plato hingga filsuf Tao di negeri China dikaji sebagai bahan perbandingan ketika membicarakan persoalan-persoalan tentang Islam.

Filsafat adalah aspek kajian dan pemikiran yang unik dari pribadi Buya Hamka. Berbekal dengan referensi yang luas dalam topik seperti Filsafat, ia sekalipun tidak ragu untuk mengulas masalah apapun dari sudut pandang Filsafat. Termasuk persoalan agama Islam. Dalam satu karyanya yang berjudul 'Pelajaran Agama Islam, 1956'. Buya Hamka membahas serta mengurai Rukun Iman secara lugas dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dari sudut pandang Filsafat. Salah satu kutipan yang terdapat dalam mukadimah bukunya tersebut adalah sebagai berikut. "Setelah wafatnya Rasulullah Saw, peradaban Islam bertemu dengan berbagai pemikiran filsafat dari luar". 

Maka atas dasar itulah yang mendorong para cendekiawan muslim untuk menerjemahkan berbagai karya Filsafat dari Yunani. Namun ketika terjadi pertemuan dengan Filsafat Yunani itulah yang membuat sebagian umat Islam muncul keraguannya terhadap agamanya sendiri. Nah Buya Hamka menempatkan dirinya sebagai orang berusaha melahirkan pemikiran Filsafanya sendiri dan sekaligus sebagai cendekiawan yang terlibat aktif mempertahankan agama Islam dari serangan Filsafat dengan menggunakan metode-metode Filsafat pula.

Selebihnya menurut Buya Hamka, Filsafat itu tidak terhindarkan kehadirannya sebab adanya akal dan pikiran manusia itu sendiri, karena manusia memiliki akal pastilah manusia memikirkan hakikat dari segala sesuatu yang bisa diobservasi. Dan karena adanya kehadiran perasaan dalam hati manusia maka niscaya manusiapun dapat merasakan keindahan dari segala keteraturan di alam semesta. 

Adapun beberapa diantara banyaknya karya-karya yang dihasilkan oleh seorang Buya Hamka yakni. Tafsir Al-Azhar 1965), Falsafah Hidup (1940), Falsafah Ketuhanan, Tasawuf Modern (1939), Lembaga Hidup (1955), Pandangan Hidup muslim (1961), Pelajaran Agama Islam (1956), Keadilan Ilahi (1962), Sejarah Umat Islam, Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan.

5. Hamzah Alfansuri (abad ke-16 atau 17)


Hamzah Alfansuri adalah seorang Ulama Tasawuf dan Sastrawan yang berasal dari Barus, Sumatera Utara. Dikenal sebagai pengarang kitab-kitan sastra tasawuf di dunia Melayu, di saat sastra memainkan peranan penting dalam perkembangan agama Islam waktu dahulu.

Walaupun demikian terkenalnya, namun sayangnya tidak sehelai pun kejelasan terkait riwayat kehidupannya yang pasti, hanya terdapat beberapa spekulasi yang mengatakan bahwa Hamzah Alfansuri lahir dan hidup pada paruh waktu pertama abad ke-17, oleh peneliti Eropa, Doorenbus, Kraemer dan Winstedt. Dan menurut Drewes yang berpendapat bahwa pada abad ke-16 karena di tahun 1590, orang-orang masih mengingat Hamzah Alfansuri tetapi sudah menjadi tokoh masa lampau.

Dalam kehidupan Sufi Hamzah Alfansuri, diketahui adalah seorang pengikut ajaran Ibn al-arabi yang mengajarkan Martabat Lima dan penganut aliran Wahdatul Wujud dalam sastra Melayu. Hamzah Alfansuri juga dikenal sebagai seorang yang terkemuka dalam pengembangan Sastra di Nusantara Indonesia, salah satu pengakuan yang didapatkan olehnya ialah Anugerah Bintang Budaya Parama Dharma, yang diserahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam acara penganugerahan Bintang Maha Putera dan Tanda Jasa pada tahun 2013 lalu.

Adapun beberapa karya-karya yang pernah dituliskan oleh seorang Hamzah Alfansuri dengan bentuk syair adalah pertama Asraarul Arifin Fi Bayani Ilmis Suluk Wat-Tauhid. Karya yang membahas masalah-masalah ilmu Tauhid dan ilmu Thariqat. Kedua Al Muntahi, kitab yang membahas masalah-masalah Tasawuf. Ketiga Rubah Hamzah Fansuri, kitab yang terkandung syair Sufi yang penuh butir-butir Filsafat. Keempat Syaraabul Asyiqin, kitab yang menjelaskan tentang masalah-masalah Thariqat, Syariat, Haqiqat dan Makrifat.

6. Nicolaus Driyarkara (1913-1867 M)


Nicolaus Driyarkara adalah seorang Filsuf asal Indonesia yang lahir pada 13 Juni 1913 di Keduggubah, Kaligesing Purworejo dan diketahui meninggal di Girisonta, Ungaran Jawa Tengah pada 11 Februari 1967 pada usia 53 tahun. Mengawali dari Catatan Hariannya yang dituliskan olehnya sejak 1941 sampai pada tahun 1950. Dimana tulisan-tulisannya tidak pernah terlepas dari persoalan aktual yang mendesak yang dihadapi manusia khususnya masyarakat Indonesia. Catatan-catatan ringan yang dimuat majalah terbitan mingguan yang bernama Praba di Jogjakarta. Serta tulisan yang termuat dalam Warung Podjok dengan nama samaran Pak Nala.

Puncak perkenalan karya-karyanya ketika terbit majalah Basis tahun 1951 yang sekaligus membuka peluangnya untuk memperkenalkan ide-idenya ke masyarakat yang awal dilakukannya dengan nama semaran Puruhita, kemudian berubah dengan nama akhirnya Driyarkara. Konsep penyajian tulisannya bergaya percakapan, yang tahap pertahap mengantarkan pembaca ke dalam perenungan filosofis.

Tulisan, Pidato, Ceramah dan Kuliah merupakan metode penyampaiannya yang bermuatan pencerahan dari proses pencarian jati diri bangsa. Salah satu doktrin pokok yang dikemukakan oleh Nicolaus Driyarkara adalah 'Manusia adalah kawan bagi sesama'. Atau manusia adalah rekan atau teman bagi sesamanya di dunia sosialitas ini (Homo Homini Socius). Melalui ajaran Homo Homini Socius inilah yang digunakan sebagai upaya mengkritik, mengoreksi dan memperbaiki sosialitas preman yang saling menerkam, memangsa dan saling membenci yakni (Homo Homini Lupus).

Selebihnya Nicolaus Driyarkara diketahui memiliki pemikiran filosofis dengan menggunakan metode Fenomenologi Eksistensial, dengan metode inilah Nicolaus Driyarkara mempertanyakan, menggugat, memberi makna dan menawarkan kala keluar yang menerobos pintu-pintu persoalan manusia dan bangsa.

Adapun karya-karya seperti buku yang mengulas tentang Filosofi dari Nicolaus Driyarkara dapat ditemukan pada karya yang sebenarnya tidaklah dituliskan olehnya namun hanya melalui Siaran Radio RRI, Kumpulan Materi Kuliah, Pidato-Pidato dan Desertasinya Ilmu Filsafat dari University of Gregoriana, Roma. Sebagai berikut.

1. Pertijikan Filsafat (Percikan Filsafat 1962)

2. Filsafat Manusia ( Yogyakarta 1969)

3. Driyarkara tentang Pendidikan, Driyarkara tentang manusia, Driyarkara tentang negara dan bangsa. (Yogyakarta 1980)

7. Damardjati Supadjar (1940-2014 M)


Damardjati Supadjar adalah seorang Filsuf dan Ilmuwan yang berprofesi sebagai Guru Besar di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Pendiri Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada dan seorang Penasehat Spiritual di Keraton kesultanan Yogyakarta semasa hidupnya. Damardjati Supadjar lahir di Magelang pada 30 Maret 1940 dan meninggal pada 17 Februari 2014 di Sleman dengan usia 73 tahun.

Damardjati Supadjar mengawali pendidikan sarjana di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada dan melanjutkan Magister serta Pra Doktoral di Rijks Universiteit Leiden, Belanda. hingga akhirnya menyelesaikan studi Doktoral-nya di Universitas Gadjah Mada. pada tahun 1990, dengan disertasi yang berjudul Konsep Kefilsafatan tentang Tuhan menurut Alfred Nort Whitehead.

Dalam kehidupan Filsafatnya, ia dikenal karena banyak dari pemikirannya yang tertuang dalam tulisan-tulisan di berbagai Media Massa, seperti pemikirannya tentang Tafsir Filsafat Kejawen, Tafsir Filsafat Ketuhanan dan Tafsir Filsafat Pancasila. Sebagai seorang filosof dan sebagai peletak dasar Filsafat Jawa yang berbasis pada kearifan lokal, membuat dirinya sering diundang sebagai narasumber di forum-forum seperti, seminar kebudayaan dan seminar keindonesiaan. Dan penyampaian terkait pemikirannya yang membumi pun disampaikan dengan cara menggunakan contoh dari kehidupan sehari-hari. Bahkan metafora Filsafat di utarakan justru terlihat jenaka namun memiliki kandungan filosofis yang membuat semua orang yang mendengar akan merenungi makna dibalik itu.

Salah satu ungkapan yang membekas dari dirinya yakni 'Ningrat bukan merujuk kebangsawanan. Tetapi, Ning adalah esunyatan, hakiki, realitas, dan rat ialah Jiwa, Semangat.

Adapun kumpulan pemikiran filsafat dari seorang Darmadji Supadjar dapat dipelajari lewat karya-karyanya yang berjudul. Pertama, Nawangsari, 1993, buku yang didalamnya terdapat Butir-butir Renungan Agama, Spritualitas dan kebudayaan. Kedua Mawas diri: dari "diri" yang tanggal ke diri yang "terdaftar, di akui, di samakan" yakni diri yang terus terang dan terang terus, terbit 2001. Ketiga Ketuhanan yang Maha Esa dan Rukun Ihsan, terbit tahun 2010. Keempat Sumurupa byar-e: menyingkap rahasia awal-akhir lahir batin, terbitan 2010. Kelima Filsafat Sosial Serat Sastra Gendhing, terbitan 2001. Keenam Wulang Wuruk Jawa: Mutiara kearifan lokal, terbitan 2005.

8. R. Pramono (1952-sekarang)


R. Pramono adalah seorang Cendekiawan, Filsuf Indonesia. Seorang yang lahir pada tahun 1952 ini, diikenal sebagai salah satu pelopor Filsafat khusus Indonesia. Memulai perjalanan karier intelektualnya ketika berhasil menyelesaikan Studi Sarjana (S1) di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada tahun 1976 dan menyelesaikan Program Magister-nya di Universitas Gadjah Mada.

Setelah itu, R Pramono diterima menjadi Dosen di Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada dan dianggap menjadi salah seorang dari perintis Jurusan Filsafat Indonesia di UGM.

Salah satu karya Filsafatnya yang paling fenomenal adalah buku yang berjudul 'Menggali Unsur-unsur Filsafat Indonesia'. Dimana didalamnya terdapat penjelasan tentang upaya untuk memperluas ruang lingkup kajian-kajian filsafat Indonesia yang awalnya hanya mengkaji tradisi kefilsafatan Jawa, oleh Soenoto. dengan menambahkan tradisi kefilsafatan Batak, Minang dan Bugis. Dan juga menyampaikan terkait definisi Filsafat Indonesia adalah 'Pemikiran-pemikiran yang tersimpul di dalam adat istiadat serta kebudayaan daerah'. Maka dapat disimpulkan bahwa filsafat Indonesia berarti segala Filsafat yang ditemukan dalam adat dan kebudayaan kelompok etnik di Indonesia.

Sepanjang kehidupan intelektualnya yang dihabiskan dalam dunia Filsafat, R. Pranoto telah beberapakali menulis dan menerbitkan berapa karya-karya Filsafat. diantaranya sebagai berikut: pertama Beberapa Cabang Filsafat di dalam Serat Wedhatama. Terbitan 1982-1983. Kedua Gambaran Manusia Seutuhnya di dalam Serat Wedhatama. terbitan tahun 1983-1984. Ketiga Menggali Unsur-Unsur Filsafat Indonesia. terbitan tahun 1985. dan keempat Konsep Nilai Kemanusiaan di dalam Filsafat Jawa.

9. Franz Magnis Suseno (1936-sekarang)


Rm. Prof. Dr. Franz Magnis Suseno adalah seorang Filsuf, Rohaniawan Katolik, Budayawan, Akademisi, Aktivis berkewarganegaraan Indonesia yang lahir di Selisia Polandia pada 26 Mei 1936, sekarang berusia 85 tahun.

Datang ke Indonesia pada tahun 1961 di usia ke 25 tahun dengan niatan belajar filsafat dan teologi di Yogyakarta. Setibanya ia mengawali dengan belajar bahasa Jawa sebagai langkah awal untuk mempermudah dirinya berkomunikasi dengan masyarakat setempat. dan ditahun 1967 ia diangkat menjadi Pastor di Yogyakarta. Setelah beberapa tahun menjadi Pastore Franz Magnis Suseno bersama beberapa orang diminta untuk mendirikan perguruan tinggi yang nantinya dikenal dengan nama Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara. dan ia menjabat Sekretaris Akademis STF Driyarkara sebanyak dua kali yakni di tahun 1969-1971 dan 1973-1985.

pada masa senggang jabatannya tepat tahun 1971 Akhir, ia memilih untuk melanjutkan studi Doktoral-nya di Jerman dalam bidang Filsafat, Teologi Moral dan Teori Politik di University of Munich dan lulus Suma Cumlaude, dengan disertasi mengenai Karl Marx dan Pemikirannya tahun 1973. hingga akhirnya Franz Magnis Suseno memilih merubah dirinya dari warga negara Jerman menjadi warga negara Indonesia di tahun 1977.

Adapun beberapa karya-karya besar Filsafat dari Romo Magnis sapaan akrab Franz Magnis Suseno yakni sebagai berikut. 1. Etika Politik: prinsip moral dasar kenegaraan modern (1988). 2. Etika Dasar: masalah-masalah pokok filsafat moral (1987). 3. Pemikiran Karl Marx; dari sosialisme utopis ke perselisihan revisionisme (1999). 4. Etika Jawa: sebuah analisa falsafi tentang kebijaksanaan hidup Jawa (1981). 5. Menalar Tuhan (2006). 6. Filsafat sebagai Ilmu Kritis (1992). 7. Dalam Bayang-bayang Lenin (2016). 8. Pijar-Pijar Filsafat: dari Gatholoco ke filsafat perempuan dari Adam Muller ke Postmodernisme. 8. Dari Mao ke Marcuse (2013. 9. Berfilsafat dari Konteks (1991). 10. Filsafat kebudayaan politik: butir-butir pemikiran kritis (1992) dan masih banyak lagi

10. Jakob Sumardjo (1939- sekarang)


Prof. Drs. Jakob Sumardjo adalah seorang Filsuf Indonesia yang juga dikenal sebagai salah satu tokoh pelopor kajian bidang Filsafat Indonesia dan pemerhati Sastra. Ia memulai karier intelektual kefilsafatannya di saat aktif menulis Kolom di harian Kompas. Seperti, Pikiran Rakyat, Suara Pembaharuan, Suara Karya dan menulis juga di Majalah Prisma, Horison dan Basis sejak tahun 1969.

Berbekal dengan pemahaman terkait hermeneutik yang dikuasainya secara mendalam, Ia mampu berhasil melakukan upaya-upaya penelusuran pada wilayah makna dari kebudayaan yang berbahan material seperti, Lukisan, Alat Musik dan Tarian. Hingga Budaya Intelektual seperti. Cerita rakyat, Legenda rakyat, Pantun, Lisan dan Teks-teks kuno. yang secara filosofis merupakan warisan begitu agung bagi masyarakat Indonesia itu sendiri.

Pria kelahiran Klaten 26 Agustus 1939 ini, diketahui adalah salah satu Dosen Pengajar Mata kuliah Filsafat Seni, Antropologi Seni, Sosiologi Seni dan Sejarah Teater Fakultas Seni Rupa Daerah, di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sejak tahun 1962 hingga sekarang.

Jakob Sumardjo kini telah menyandang Gelar Guru Besar di Institut Seni Budaya Indonesia dan masih aktif mengajar di Pascasarjana Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI Bandung). Sekaligus masih aktif mengajar juga di Universitas Telkom (Tek-U).

Pemikiran-pemikirannya tentang filsafat Indonesia, semuanya dituangkan didalam beberapa karya-karya bukunya yang berjudul. 1. Menjadi Manusia (2001). 2. Mencari Sukma Indonesia: pendataan kesadaran jeindonesiaan di tengah letupan disintegrasi sosial kebangsaan (2003). dan 3. Arkeologi Budaya Indonesia, (penerbit Qalam 2002).

11. M. Amin Abdullah (1953-sekarang)


M. Amin Abdullah merupakan seorang Filsuf, Ulmuwan, Ahli Hermeneutika dan Cendekiawan muslim Indonesia. Filsuf yang lahir di Pati, Jawa Tengah pada 28 Juli 1953 dan sekarang telah berumur 68 tahun ini adalah Mantan Rektor dua periode UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

M. Amin Abdullah mengawali pendidikan awalnya di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur, di tahun 1972 dan Institut Pendidikan Darussalam Gontor Ponorogo, di tahun 1977. Kemudian ia kembali melanjutkan di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 1981 dan Middle East Technical University di Ankara, Turki pada tahun 1990 dan terakhir McGill University, Montreal Canada 1997-1998.

Sebagai seorang filsuf, M. Amin Abdullah diketahui memiliki banyak kontribusi dalam perkembangan ilmu filsafat di sepanjang perjalanan intelektualnya, dengan menuliskan dan menerbitkan beberapa karya-karya hebat Filsafatnya dalam bentukan buku yang dapat dibaca, diantaranya ialah sebagai berikut.

1. Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, terbit 1995.

2. Buku Antara Al Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam, terbit 2002.

3. Studi Agama: Normativitas atau Historisitas? terbit tahun 1996

4. Islamic studies di Perguruan Tinggi; Pendekatan Integratif-Interkonektif, terbit tahun 2006

5. Antara Al Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam, terbit tahun 2002

6. Dinamika Islam Kultural, terbit tahun 2000

7. Rekonstruksi Metode Ilmu-ilmu Keislaman, terbit 2003

8. Fresh Ijtihad: manhaj pemikiran keislaman Muhammadiyah di era disrupsi, terbit tahun 2019

12. Sunoto (1929- )


Sunoto adalah seorang yang termasuk dalam kelompok pengkaji Filsafat Indonesia. Ia lahir pada tahun 1929 dan mulai mengenal Filsafat ketika menjadi Mahasiswa di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. dimana Soenoto berhasil menyelesaikan Sarjananya dan Magister Ilmu Sosial dan Politik. Kemudian melanjutkan Studi Doktoral-nya pada bidang Ilmu Sosial dan Politik di Vrije University di Amsterdam, Belanda.

Setelah menyelesaikan berbagai tahapan studinya, Soenoto menjabat beberapa posisi seperti, menjadi Dosen tetap Universitas Gadjah Mada, tahun 1958. Menjabat sebagai Dekan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada pada tahun, 1967-1979, dan menjadi Peneliti Filsafat Pancasila di Departemen Pertahanan Keamanan (Dephankam). Menjadi Ketua Survei Pengamalan Pancasila di Universitas Gadjah Mada dan Departemen Dalam Negeri (Depdagri).

Sepanjang perjalanan intelektualnya, Soenoto dianggap oleh sebagian besar pemikir lain sebagai filsuf yang telah berhasil menyempurnakan pemikiran awal yang dirintis oleh M. Nasroen, dengan memperluas jangkauan penelusuran dari tradisi-tradisi kefilsafatan Jawa. Dimana Sunoto juga memberikan pandangan dan penjelasan yang detail terkait tradisi filsafat yang ditemukan. Walaupun begitu bagi sebagian orang dan bahkan Sunoto sendiripun mengakui bahwa masih terdapat kekurangan dalam penjelasannya.

Pemikiran-pemikiran Filsafat Indonesia khususnya kajian tradisi filsafat jawa dan Filsafat Pancasila dapat dibaca didalam beberapa karya-karya yang pernah dituliskannya. Adapun karya-karya yang berhubungan langsung dengan Filsafat Indonesia yakni.

1. Menuju Filsafat Indonesia: Negara-Negara di Jawa sebelum Proklamasi Kemerdekaan, terbitan tahun 1987.

2. Pemikiran tentang Kefilsafatan Indonesia, terbitan tahun 1983.

3. Selayang Pandang Tentang Filsafat Indonesia, terbit tahun 1981.

4. Mengenal Filsafat Pancasila: melalui pendekatan metafisika, logika, etika. terbit tahun 1985

5. Mengenal Filsafat Pancasila: melalui pendekatan sejarah dan pelaksananya. Terbit 1987

6. Mengenal Filsafat Pancasila: melalui pendekatan etika Pancasila. Terbit 1985 7. Filsafat Sosial dan Politik Pancasila

Sebelum mengakhiri tulisan bagian ini, saya ingin mengatakan bahwa semua penjelasan tentang Filsafat Pendidikan Among-nya, KH Dewantara dapat dibaca pada karyanya yang berjudul. Menuju Manusia Merdeka. Terimakasih

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel