Fenomena Omnibus Law UU Cipta Kerja Dalam Wajah Demokrasi

Perasaan yang janggal sekaligus membingungkan, ketika melihat negara demokrasi namun menantang kebebasan berpendapat dan menyalurkan ekspresi di publik maupun dunia maya. Demokrasi yang datang dengan salah satu upayahnya membunuh absolutisme dalam kekuasan yang berada di suatu negara, mengalami kemunduran posisi sesuai praktek bernegara sekarang. 

" Massa tidak mengenal fantasi kosong seorang tukang putch atau seorang anarkis atau tindakan berani dari seorang pahlawan. Aksi massa berasal dari orang banyak untuk memenuhi kehendak ekonomi dan politik mereka". Tan Malaka 1897-1949 M.

Sebagai bukti mulai tergerusnya demokrasi dalam negara ini ialah, kebebasan berpendapat dengan berapa aksi massa terjadi dihadangi dengan tembok keamanan yang tinggi oleh pemerintah yang berdalil merawat dan menjaga demokrasi. Sungguh pandangan yang kontradiktif dengan realitas akhir-akhir ini. 

Omnibus Law UU Cipta Kerja dan Demokrasi di Indonesia


Kita dapat melihat ketika peristiwa aksi massa yang dilancarkan di beberapa tahun belakangan mulai dari Aksi massa menuntut di Sahkannya RUU PKS, Penolakan RUU KUHP dan Revisi UU KPK dan yang terakhir demo terkait Pengesahan Omnibus Law (Cipta Kerja) 5 Oktober 2020 kemarin yang mendapatkan hadangan.

Sebagai pengingat bahwa hampir semua daerah terjadi aksi massa dengan serentak. Tetapi dari setiap aksi massa diatas yang menyuarakan aspirasinya hanya menghasilkan korban luka-luka dan memakan korban jiwa karena metode pengamanan yang ketat oleh pemerintah terhadap massa aksi yang hanya bermodalkan suara. Walaupun demikian banyaknya aksi massa yang bergejolak disetiap daerah tidak sekalipun digubris dengan serius oleh pemerintah, hanya dibalas dengan argumen pembelaan dan tidak sekalipun melahirkan solusi bersama. 

Dapat dikatakan bahwa semua tuntutan itu berakhir dengan dibiarkan menguap dengan sendirinya dan sekaligus mematenkan stigma bahwa pemerintah masih gagap dalam memandang cara demokrasi bekerja.

Kenyataan ini sejalan dengan perkataan Soe Hoek Gie bahwa "Kita seolah olah merayakan Demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah"

Bukti lain yang menyatakan bahwa pemerintah masih gagap memandang aksi massa sebagai perihal yang sepele dapat dilihat pada Aksi Kamisan yang masih setia setiap hari kamis menuntut negara menuntaskan pelanggaran berat seperti “Tragedi Trisakti, Tragedi 13-15 mei 1998, Peristiwa Tanjung Priok dan Peristiwa Talang Sari 1989, Meninggalnya Munir Marsinah dan lainnya” dan massa Aksi juga mempertanyakan bahwa telah sampai dimana? pembuktian adanya keadilan dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia oleh pemerintah tepat didepan Istana Negara.

Maka dengan terciptanya kenyataan yang pahit diatas, maka sekali lagi kita bisa mengatakan pemerintah masih gagap memahami serta memandang suara suara yang datang dari aksi massa sebagai pandangan alternatif yang perlu menjadi rujukan dalam membuat kebijakan-kebijakan publik.

Tentu kita menyadari bahwa semua yang terjadi merupakan dinamika dalam bernegara dan pemerintah berhak menerima tuntutan atau tidaknya. Tetapi yang harus dipahami lebih adalah bahwa pemerintahan dalam sebuah Negara membutuhkan pemikiran alternatif. Jikalau dilihat dari aspek politikpun pemikiran alternatif hadir dari partisipan politik “masyarakat” yang biasanya dibaluti dengan aksi massa dan memang sudah seharusnya dihidupkan aksi massa demi memperkaya kita dalam proses berdemokrasi. Mengutip perkataan Duta Baca Indonesia Najwa Shihab: "Jangan bosan bicara tentang kebenaran, agar demokrasi tak berakhir dengan kesia-siaan". 

Fenomena Omnibus Law UU Cipta Kerja Dalam Wajah Demokrasi

Pemikiran dalam tulisan ini muncul atas keresahan di dalam kepala setiap audiens diskursus meja paling kanan di kedai kopi. Maka dengan sengaja kami mengarahkan moncong kritiknya kepada pemerintah sehingga bergejolak batinnya dan mengacaukan pola pikirnya sekaligus berikhtiar semoga berubah cara pandang pemerintah dalam memahami Aksi massa. Terima kasih tanpa sama-sama.

Awin Buton

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel