Krisis Moral dan Ketidakcukupan Pemerintah dalam Analisis persoalan

Di berbagai belahan dunia, umat manusia mengalami krisis ekonomi, krisis hukum, krisis kepercayaan, krisis politik dan lainnya, namun semuanya itu lebih di perparah dengan krisis moral pemimpin bangsa yang kemudian diikuti oleh moral rakyat. dengan demikian tidak heran jika negara yang mengalami krisis, banyak pula kejahatan yang terjadi seperti Korupsi, Pembunuhan, Perampokan, Pemerkosaan hingga sampai pada tindakan asusila.

Di Indonesia secara umum krisis ini telah mendarah daging dan menuju pada kehancuran moralitas baik di pejabat publik maupun masyarakatnya sendiri yang mulai terkikis dengan kasar akibat tindakan-tindakan semisalnya, seorang ayah menghamili anaknya, seorang pejabat publik tidak lagi menutupi atau menjaga etika publiknya sekedar memuluskan niat politiknya baik secara personal maupun kelompoknya

Kondisi inilah yang sering ditakuti semenjak pada zaman dahulu, karena akan berdampak pada penerus bangsa, dan sayangnya hal demikian lagi berbentuk hipotesis namun telah terbukti secara nyata, dimana betapa banyaknya kasus-kasus semacam seorang anak memukul membunuh orang tuanya atau seorang murid menampar gurunya, hingga membunuh gurunya dengan tusukan di Provinsi Sulawesi Utara dua tahun belakangan.

Dalam proses pengelolaan negara pun demikian, jika pemerintah telah jauh dari nilai-nilai moralitas, maka sudah dapat dipastikan negara tersebut akan mengalami kehancuran, ketika pemerintah tidak mampu menjaga tampilan publik yang berlandaskan moral dan tidak bisa menjaga kedaulatan rakyatnya, pada akhirnya rakyat akan menjadi apatis hingga berpotensi merusak persatuan yang dibangun dengan butir-butir Pancasila yang menjunjung lima aspek kehidupan, yaitu Aspek Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah dan Keadilan.

Artinya dari dinamika ini telah mengantarkan pada kecukupan rusaknya sebuah sistem kehidupan karena telah pada fase yang mengkhawatirkan, karena dua sisi penting dari kehidupan manusia sama-sama mendukung kebobrokan moral itu. Sekarang yang menjadi pertanyaan besarnya ialah bagaimana mengantisipasi hal ini?

Jika ditinjau dari perspektif sejarah dalam pemikiran memperbaiki kerusakan-kerusakan sesuatu itu, maka caranya salah satunya ialah merombak seluruh tatanan kenegaraan dan sosial kemasyarakatan dengan membentuk tatanan dunia baru "Revolusi". Namun di Indonesia sendiri masih mengedepankan pendekatan-pendekatan agama untuk menopang niatan merubah dan menanamkan nilai-nilai moralitas agama kedalam setiap warga negaranya. Bukan juga hal yang baru negara Indonesia sebab Indonesia sendiri dimerdekakan dengan salah satu frasa nasionalisme yaitu frasa agama.

Titik tuju yang selalu ditekankan dalam pendekatan ini adalah remaja, karena remaja yang dianggap paling terpapar dengan namanya degradasi moral atau yang biasa disebut kenakalan remaja. Dengan menstimulus lingkungan sosial dan khususnya pendidikan. Tentu ini adalah langkah yang baik dan perlu didukung, namun jangan lupa bahwa faktor lain dari terjadinya degradasi moral remaja karena tampilan orang tua dan kegagalan pemerintah menjawab persoalan-persoalan ini dengan kebijakan sosio-politiknya.

Saya pikir kita perlu mengkritisi lebih substantif terkait pengelolaan negara yang gagal ini. Walaupun tidak bisa dipungkiri jika tentu ada upaya-upaya yang dilakukan pemerintah. Saya memberikan contoh yang menunjukkan kegagalan pemerintah membaca pola kehidupan dan kebutuhan membentuk karakter bangsa. Pemerintah menuntut remaja untuk tampil dengan nilai-nilai moralitas lewat sistem pendidikan sosial maupun agama namun disisi lain mengiyakan adanya perangkat lunak seperti Tik-tok yang jelas akhirnya sebagian besar remaja bahkan anak-anak menampilkan tubuhnya dengan goyangan pinggul yang jelas-jelas bertentangan dengan norma-norma sosial maupun agama.

Ataupun sisi lain pemerintah mengupayakan remaja tidak terkontaminasi dengan hal yang berbau pornografi dengan tujuan mengurangi angka pergaulan bebas yang membawa remaja pada kasus seperti hamil diluar nikah, aborsi dan lainnya. Namun di satu sisi masih banyak saluran pornografi yang masih bebas diakses dengan mudah terlebih pemerintah tidak melarang hadirnya perangkat lunak seperti VPN, sebuah aplikasi yang dapat menghindari pemblokiran di Google dan lainnya. Dari semua yang saya perlihatkan diatas ini dapat diterjemahkan bahwa adanya kontradiksi dari pemikiran pemerintah maupun cara penanganannya.
 
Etika

Saya pikir pemerintah harus lebih tajam dalam analisis ini. Jikalau langkah ini harus mengorbankan sisi kreatifitaa teknologi yang diagungkan itu, maka buang saja ke tong sampah, sebab sebuah kreatifitas itu bernilai seni yang didasarkan pada etika dan moralitas, bukannya hanya sekedar pada aspek keindahan. Terimakasih

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel