Pengertian Tumbuhan Obat Menurut Ahli serta Kelebihan dan Kekurangannya
Tumbuhan obat adalah semua tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat, berkisar dari yang terlihat oleh mata hingga yang nampak dibawah mikroskop (Hamid et al., 1991). Menurut Zuhud (2004), tumbuhan obat adalah seluruh jenis tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat yang dikelompokkan menjadi :
1. Tumbuhan obat tradisional, yaitu; jenis tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya oleh masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.
2. Tumbuhan obat modern, yaitu; jenis tumbuhan yang secara ilmiah telahdibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obatdan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.
3. Tumbuhan obat potensial, yaitu; jenis tumbuhan obat yang diduga mengandung senyawa atau bahan aktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan secara ilmiah atau penggunaannya sebagai obat tradisional sulit ditelusuri.
Departemen Kesehatan RI mendefinisikan tumbuhan obat Indonesia seperti yang tercantum dalam SK Menkes No. 149/SK/Menkes/IV/1978, yaitu:
1. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu.
2. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pemula bahan baku obat (precursor).
3. Bagian tumbuhan yang diekstraksi digunakan sebagai obat (Kartikawati, 2004).
Obat bahan alam Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu ; jamu yang merupakan ramuan tradisional yang belum teruji secara klinis, obat herbal yang merupakan obat bahan alam yang sudah melewati tahap uji praklinis, sedangkan fitofarmaka adalah obat bahan alam yang sudah melewati uji praklinis dan klinis (SK Kepala BPOM No. HK.00.05.4 .2411 tanggal.17 Mei 2004).
1. Tumbuhan obat tradisional, yaitu; jenis tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya oleh masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.
2. Tumbuhan obat modern, yaitu; jenis tumbuhan yang secara ilmiah telahdibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obatdan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.
3. Tumbuhan obat potensial, yaitu; jenis tumbuhan obat yang diduga mengandung senyawa atau bahan aktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan secara ilmiah atau penggunaannya sebagai obat tradisional sulit ditelusuri.
Departemen Kesehatan RI mendefinisikan tumbuhan obat Indonesia seperti yang tercantum dalam SK Menkes No. 149/SK/Menkes/IV/1978, yaitu:
1. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu.
2. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pemula bahan baku obat (precursor).
3. Bagian tumbuhan yang diekstraksi digunakan sebagai obat (Kartikawati, 2004).
Obat bahan alam Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu ; jamu yang merupakan ramuan tradisional yang belum teruji secara klinis, obat herbal yang merupakan obat bahan alam yang sudah melewati tahap uji praklinis, sedangkan fitofarmaka adalah obat bahan alam yang sudah melewati uji praklinis dan klinis (SK Kepala BPOM No. HK.00.05.4 .2411 tanggal.17 Mei 2004).
Penyebaran informasi mengenai hasil penelitian dan uji yang telah dilakukan terhadap obat bahan alam menjadi perhatian bagi semua pihak karena menyangkut faktor keamanan penggunaan obat tersebut. Beberapa hal yang perlu diketahui sebelum menggunakan obat bahan alam adalah keunggulan obat tradisional dan kelemahan tumbuhan obat (Suharmiati dan Handayani, 2006).
Manfaat atau keunggulan tumbuhan obat antara lain (Suharmiati dan Handayani, 2006):
1. Efek samping obat tradisional relatif lebih kecil bila digunakan secara benar dan tepat, baik tepat takaran, waktu penggunaan,cara penggunaan, ketepatan pemilihan bahan, dan ketepatan pemilihan obat tradisional atau ramuan tumbuhan obat untuk indikasi tertentu.
2. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat/ komponen bioaktif tumbuhan obat. Dalam suatu ramuan obat tradisional umumnya terdiri dari beberapa jenis tumbuhan obat yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas pengobatan. Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat setepat mungkin agar tidak menimbulkan efek kontradiksi, bahkan harus dipilih jenis ramuan yang saling menunjang terhadap suatu efek yang dikehendaki.
3. Pada satu tumbuhan bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Zat aktif pada tumbuhan obat umumnya dalam bentuk metabolit sekunder, sedangkan satu tumbuhan bisa menghasilkan beberapa metabolit sekunder, sehingga memungkinkan tumbuhan tersebut memiliki lebih dari satu efek farmakologi.
4. Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif. Perubahaan pola konsumsi mengakibatkan gangguan metabolisme tubuh sejalan dengan proses degenerasi. Penyakit Diabetes (kencing manis), hiperlipidemia (kolesterol tinggi), asam urat, batu ginjal, dan hepatitis yang merupakan penyakit metabolik. Penyakit degeneratif antara lain rematik (radang persendian), asma (sesak nafas), ulser (tukak lambung), haemorrhoid (ambein/wasir), dan pikun (lost of memory).
Menurut Zein (2005), Kelemahan tumbuhan obat sebagai berikut:
1. Sulitnya mengenali jenis tumbuhan dan bedanya nama tumbuhan berdasarkan daerah tempatnya tumbuh.
2. Kurangnya sosialisasi tentang manfaat tumbuhan obat terutama dikalangan dokter.
3. Penampilan tumbuhan obat yang berkhasiat berupa fitofarmaka kurang menarik dibandingkan obat-obatan paten.
4. Kurangnya penelitian komprehensif dan terintergrasi dari tumbuhan obat.
5. Belum ada upaya pengenalan dini terhadap tumbuhan obat.
Untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut diperlukan waktu lama sehingga penggunaan obat alam lebih tepat, karena efek sampingnya relatif lebih kecil. Di samping keunggulannya, obat bahan alam juga memiliki beberapa kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional antara lain efek farmakologisnya lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai mikroorganisme (Zein, 2005).
Keunggulan Tumbuhan Obat
Manfaat atau keunggulan tumbuhan obat antara lain (Suharmiati dan Handayani, 2006):
1. Efek samping obat tradisional relatif lebih kecil bila digunakan secara benar dan tepat, baik tepat takaran, waktu penggunaan,cara penggunaan, ketepatan pemilihan bahan, dan ketepatan pemilihan obat tradisional atau ramuan tumbuhan obat untuk indikasi tertentu.
2. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat/ komponen bioaktif tumbuhan obat. Dalam suatu ramuan obat tradisional umumnya terdiri dari beberapa jenis tumbuhan obat yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas pengobatan. Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat setepat mungkin agar tidak menimbulkan efek kontradiksi, bahkan harus dipilih jenis ramuan yang saling menunjang terhadap suatu efek yang dikehendaki.
3. Pada satu tumbuhan bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Zat aktif pada tumbuhan obat umumnya dalam bentuk metabolit sekunder, sedangkan satu tumbuhan bisa menghasilkan beberapa metabolit sekunder, sehingga memungkinkan tumbuhan tersebut memiliki lebih dari satu efek farmakologi.
4. Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif. Perubahaan pola konsumsi mengakibatkan gangguan metabolisme tubuh sejalan dengan proses degenerasi. Penyakit Diabetes (kencing manis), hiperlipidemia (kolesterol tinggi), asam urat, batu ginjal, dan hepatitis yang merupakan penyakit metabolik. Penyakit degeneratif antara lain rematik (radang persendian), asma (sesak nafas), ulser (tukak lambung), haemorrhoid (ambein/wasir), dan pikun (lost of memory).
Kelemahan Tumbuhan Obat
Menurut Zein (2005), Kelemahan tumbuhan obat sebagai berikut:
1. Sulitnya mengenali jenis tumbuhan dan bedanya nama tumbuhan berdasarkan daerah tempatnya tumbuh.
2. Kurangnya sosialisasi tentang manfaat tumbuhan obat terutama dikalangan dokter.
3. Penampilan tumbuhan obat yang berkhasiat berupa fitofarmaka kurang menarik dibandingkan obat-obatan paten.
4. Kurangnya penelitian komprehensif dan terintergrasi dari tumbuhan obat.
5. Belum ada upaya pengenalan dini terhadap tumbuhan obat.
Untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut diperlukan waktu lama sehingga penggunaan obat alam lebih tepat, karena efek sampingnya relatif lebih kecil. Di samping keunggulannya, obat bahan alam juga memiliki beberapa kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional antara lain efek farmakologisnya lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai mikroorganisme (Zein, 2005).
Secara umum dapat diketahui bahwa tidak kurang 82% dari total jenis tumbuhan obat hidup di ekosistem hutan tropika dataran rendah pada ketinggian di bawah 1000 meter dari permukaan laut. Saat ini ekosistem hutan dataran rendah adalah kawasan hutan yang paling banyak rusak dan punah karena berbagai kegiatan eksploitasi kayu oleh manusia (Zuhud, 2009)